Mohon tunggu...
Hermansyah
Hermansyah Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Kesehatan

Dengan Menulis, kita dapat mengekspresikan dalamnya Rasa_

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pemilu 2019, Panggungnya Generasi Muda

11 Januari 2019   18:26 Diperbarui: 11 Januari 2019   18:41 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumen pribadi penulis

"Negeri ini butuh ide dan gagasan yang mencerahkan, butuh sentuhan tangan-tangan terampil, maka anak mudalah yang memiliki kriteria tersebut".

Beberapa bulan lagi, seluruh masyarakat di negeri ini akan melaksanakan pesta demokrasi, tepatnya pada hari Rabu tanggal 17 April 2019 akan dilaksanakan pemilihan umum serentak presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan serentak yang menjadi sejarah pertama kali sejak bangsa ini merdeka untuk melaksanakan pemilihan umum secara bersamaan dengan merujuk pada Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.

Hawa pemilihan umum sangat terasa sekarang, hampir semua media, baik elektronik maupun cetak,  menghiasi layar kaca dan sampul utama tentang pemilihan legislatif dan pilpres 2019, ini sekaligus bagaimana peran komisi pemilihan umum untuk mengkampanyekan pemilihan umum secara menyeluruh ke seluruh lapisan masyarakat, terlepas dari dampak positif maupun negatif informasi atau berita media.

Pada pertarungan politik kali ini, ada 14 Partai pilitik yang menjadi peserta pemilu, terlepas dari beberapa  partai lokal seperti di Aceh dan beberapa daerah lainnya di Indonesia, diantaranya PKB, GERINDRA, PDIP, GOLKAR, NASDEM, PKS, PPP, PAN, HANURA, DEMOKRAT dan beberapa partai wajah baru menghiasi kontestasi pemilu 2019, seperti PSI, PERINDO, Partai BERKARYA dan Partai GARUDA,  dengan tambahan beberapa partai dan pemilu serentak nuansanya sangat berbeda dengan pemilu tahun 2014.

Terlepas dari pelaksanaan pemilu serentak, isu pilpres dan cawapres-lah  yang ramai di beritakan oleh media, mungkin mengangkat isu pilpres dan cawapres lebih seksi, nilai pasarnya lebih jelas dibandingkan kontestasi pemilihan  anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

Pilpres memang tak ubahnya madu yang di cari dan diserbu oleh semut, setiap gerakan, tutur kata dari kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi selalu menjadi isu hangat dan bahan perdebatan oleh masing-masing pendukung dan simpatisan kedua pasangan calon,  di berbagai kolom media tidak pernah sepi, sedikit wajar, selain sisi marketing nya, pilpres adalah keberlanjutan maju mundurnya bangsa ini dalam kurun waktu 5 tahun kedepan, maka kecenderungan masyarakat atau simpatisan tertuju pada pilpres.

Ditengah gempitanya pertarungan pilpres, tentu partai politik sebagai peserta dan pendukung capres dan cawapres memiliki peran vital dalam pemenangan pilpres nanti, karena dengan basis masa yang jelas dan besar, tidak heran para kandidat capres dan cawapres mencari dukungan kepada partai-partai politik, namun menjadi catatan penting, selain dukungannya kemasing-masing calon capres dan cawapres, partai politik memiliki peran penting dalam mendorong peningkatan kualitas demokrasi di Negeri ini, dengan mengajarkan pendidikan politik yang santun dan berintegritas kepada masyarakat umum.

Berdasarkan keterangan komisioner Komisi Pemilihan Umum Pusat, Viryan Aziz (detikNews, 28-8-2018), jumlah daftar pemilih tetap (DTP) yang akan memilih pada pemilihan umum 2019 nanti yaitu sekitar 185 juta jiwa, dari 514 kabupaten/kota di 34 Propinsi dengan jumlah TPS 801.291, sangat signifikan dari pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2014.

Sumber : www.trijogja.com
Sumber : www.trijogja.com
Namun dalam konstelasi politik kali ini, ada yang sedikit berbeda, dimana anak-anak muda diberikan ruang yang selebar-lebarnya untuk berekspresi, ini terlihat dimana beberapa partai politik banyak mencalonkan anak-anak muda menjadi calon anggota legislatif di DPR RI, DPRD Propinsi maupun di DPRD kabupaten/kota, dalam perspektif lain, ini menandakan kemajuan demokrasi, dimana panggung politik akan di hiasi oleh wajah-wajah baru dan segar, dengan pemikiran baru dari anak-anak muda, tentu dengan harapan bangsa yang berkemajuan.

Peran anak muda tak lagi dipandang sebelah mata saat ini, bukan lagi sekedar peramai bilik suara atau hanya  sebagai  penopang suara untuk para calon anggota legislatif maupun presiden dan wakil presiden, tetapi anak muda menjadi pelopor dan penentu kualitas demokrasi di negeri ini, yang tak sekedar prosedural, namun cerdas, santun dan berkarakter.

Selain itu, tahun 2019 ini Indonesia menghadapi bonus demografi, dimana usia produktif lebih banyak dibandingkan usia non produktif, yang tentunya usia produktif ini adalah anak-anak muda usia emas, dalam istilah sekarang, anak-anak muda disebut kaum milenial, istilah milenial yang pertama dicetuskan oleh penulis dan pakar sejarah Amerika serikat William Strauss dan Neill Howe ini Sangat ramai dibicarakan, terutama ditengah gejolak dan dinamika politik negeri ini.

Anak muda, atau kaum milenial disebut juga "Echo Boomers", karena adanya "Booming" (peningkatan besar) jumlah  anak muda sekarang, yaitu tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an, tentu ini menjadi hal membahagiakan bagi bangsa ini, jika anak-anak muda dimanfaatkan dengan baik, diberikan ruang untuk berbuat dan berinovasi untuk bangsa ini.

Anak-anak muda tak bisa lagi menjadi anti atau alergi terhadap politik, anak muda harus memiliki peran yang sentral dalam mengawal demokrasi negeri ini, terlibat dalam sistem dan menjadi bagian dari perubahan itu sendiri, karena semua orang tau, jika anak muda memiliki andil besar dalam pembangunan bangsa, maka tunggu saja keajaiban yang terjadi kemudian.

Dalam konteks pemilihan presiden dan wakil presiden bulan April 2019 nanti, Kedua pasangan calon tau betul dinamika dan lumbung suara sekarang, yaitu generasi milenial tentunya menjadi perhatian khusus bagi team pemenangan kedua pasangan calon, maka strateginya melibatkan anak-anak muda cerdas untuk menjadi bagian dari team pemenangan,  lihat saja ada Tsamara Amany Alatas, perempuan muda baru berumur 22 tahun (1996) yang menjabat posisi penting di partai politik, yaitu sebagai ketua dewan pimpinan pusat (DPP) partai Solidaritas Indonesia (PSI), selain itu, perempuan yang lulus strata 1 (S1) ilmu komunikasi di Universitas Paramadina merupakan  juru bicara pemenangan nasional pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin di pemilihan presiden dan wakil presiden 2019 ini.

Selain itu, dari kubu Parbowo-Sandi, ada Faldo Maldini (28 tahun) sebagai juru bicara pemenangan nya, Pria yang pernah menjabat sebagai ketua BEM Universitas Indonesia ini juga saat ini menjabat sebagai wakil sekretaris jenderal (Wasekjen) partai Amanat Nasional (PAN), ada juga Gamal Albinsaid (29 tahun) yang memilih dan terlibat di dunia politik, Gamal merupakan juru bicara pemenangan pasangan Prabowo-Sandi yang menggantikan Ratna Sarumpaet yang terjerat kasus Hoax, selain itu Gamal Albinsaid merupakan seorang dokter muda yang malang melintang dalam berbagai komunitas dan pegiat sosial.

Baik Tsamara Amany, Faldo Maldini, dr. Gamal merupakan anak-anak muda yang terus tersorot kamera televisi setiap hari, mengkampayekan visi, misi dari pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mereka usung, Meraka hanyalah beberapa yang merepresentasikan anak muda sekarang yang terlibat dalam dinamika politik saat ini, tentu masih banyak anak-anak muda yang tentunya tidak kalah kerennya berbicara tentang konsep pembangunan bangsa diluar sana.

Terlepas dari perbedaan pilihan politiknya, namun perjuangan mereka adalah sama, yaitu untuk kebaikan bangsa dan kesejahteraan masyarakat, mereka begitu lantang dan menguasai peta politik Negeri ini, keadaan ekonomi dan kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini yang pro maupun tidak pro terhadap rakyat kecil, ini menjadi pemicu bagi generasi muda yang lain untuk bergenggam tangan, satukan suara untuk kemajuan bangsa ini.

Sebagai penegasan, Posisi anak muda menjadi wilayah sentral untuk mendulang suara dari kedua pasangan calon, bahkan menjadi penentu kemenangan dari anggota legislatif dan kedua capres dan cawapres, komisioner KPU pusat Pramono Ubaid Tanhowi menyebut, pemilih milenial akan menjadi penentu siapa yang akan memimpin negeri ini 5 tahun kedepannya, anak-anak muda akan menjadi penentu arah bangsa yang akan dibangun,  berdasarkan data KPU (2018), pemilih milenial (termasuk pemilih pemula) berjumlah 70-80 juta jiwa dari 185 juta daftar pemilih tetap (DTP) 2019, artinya mencapai 34 % - 40 %, dan ini sangat berpengaruh terhadap hasil pemilu 2019 nanti, namun yang jadi perhatian juga, jika banyak anak muda tidak terlibat atau memberikan hak pilihnya pada pemilu serentak pada bulan April nanti akan sedikit mempengaruhi legitimasi, karena dukungan publik yang rendah.

Dengan posisi yang sangat sentral, apakah anak-anak hanya sebagai partisipan ? Tentu tidak, anak muda bukan lagi menjadi penonton, yang hanya ikut meramaikan, karena ada tujuan yang lebih  besar kedepan, tak sekedar pemilu dan siapa yang menang menjadi presiden dan wakil presiden, namun anak-anak muda memiliki visi yang jauh kedepan tentang bangsa ini, kalau bukan sekarang, kapan lagi untuk memulai dan merubahnya.

Sekilas analoginya seperti dalam sepak bola, posisi generasi muda bukan lagi sebagai pemain ke 12 (penonton), atau menjadi pencetak gol di injury time, masuk sebagai cadangan dan mencetak gol kemenangan kesebelasan, tapi posisi anak muda seperti Leonel Messi di Barcelona, keberadaanya menjadi sorotan, bukan sekedar penentu kemenangan, tapi kehadirannya menjadi perhatian khusus untuk team lawan, karena dengan keberadaanya di lapangan, bisa merubah gaya atau ritme permainan, bahkan bisa menentukan hasil akhir sebuah pertandingan, begitu vitalnya keberadaanya, selalu di tunggu kehadirannya oleh teamnya, namun tidak diharapkan oleh team lawan.

Seperti itu lah jika dikontekskan dengan posisi kaum milenial di panggung politik Indonesia saat ini, maka kiprahnya akan di tunggu di pemilu 2019 ini, apakah sekedar menjadi penonton atau pemain inti dalam setiap gejolak politik.

Memang harus diakui, masih banyaknya anak-anak muda yang apatis dengan dunia politik, bahkan enggan untuk terjun dan ambil bagian dari proses pemilu di negeri sedikit disesalkan, belum lagi anak-anak muda yang terlibat politik praktis, terjebak pada politik identitas, dan justru saat ini, banyak anak-anak muda yang kerjanya memprovokasi, menyebarkan informasi yang tidak  jelas  kebenaranya (Hoax) di media sosial.

Mengajarkan pendidikan politik santun, mengawal pemilu, memberikan edukasi kemasyarakat adalah tugas kita sebagai  anak bangsa yang selayaknya sebagai bentuk keberpihakan yang nyata anak muda terhadap bangsanya, tak lagi terjebak pada pemahaman hitam putih, benar dan salah, namun generasi muda pemikirannya jauh melampaui itu semua, berbicara substansi dan makna perubahan, karena jika sekarang kita sudah bersama, maka apapun yang terjadi didepan maka akan mudah dilewati.

"Tahun 2019 adalah saatnya, mari meriahkan dan terlibat sebagai penentu dalam setiap kehidupan dan politik negeri ini, karena kita sudah terlalu lama terlelap, maka esok adalah milik kita".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun