Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rancangan Penataan, Sebuah Pemikiran (6, Sambungan)

13 Maret 2018   18:45 Diperbarui: 13 Maret 2018   18:56 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

'Ngalor-'ngidul, 'ngetan-'ngulon ...

Ketika "si manusia" pada jaman itu berada di dalam gua, telah diutarakan sebelumnya mengenai ada "rasa" yang tidak lagi ia rasa. Dimana itu bisa terjadi, karena ... penyebab dari "rasa" itu ... tidak ditemuinya di dalam gua. Tidak semata perkara keberadaan 'mbah buyut dino dan 'mbah-'mbah nan "buas" lainnya , tetapi juga keberadaan frekwensi pada berbagai range yang ada di alam bebas (dan itu tidak semata perkara bunyi yang dapat didengar oleh manusia). 

Sebagai gantinya, manusia mendapati dalam relung-relung gua itu sebuah kesunyian "sesaat", yang mana kemudian, manusia "menemukan"/"merasakan"  ... "getaran" ... yang timbul dari dirinya sendiri, yang mana sebelumnya tidak ia rasakan karena terpengaruh oleh getaran/frekwensi yang ada di alam bebas. Ini logis, kok. Bukan mistis. Bisa dibuktikan dengan cara menaruh sebuah gelas berisi air di atas sebuah meja, dimana kemudian meja itu diketuk/digebrak berulang kali. Bisa diamati bahwa air dalam gelas itu, akan ikut bergetar.   

Pada kasus/kondisi tertentu, "rasa" itu bisa jadi berlipat ganda, terkait "kondisi akustik" yang ada di sebuah gua. Dimana itu bisa dibedakan antara dua jenis. Memperkuat atau memperlemah getaran yang ada. Bisa jadi diperlemah, karena permukaan gua yang tidak rata atau ditumbuhi tumbuhan lumut misalnya, hingga getaran yang ada "di serap" oleh mereka. Bisa jadi diperkuat, dimana kondisi di dalam gua itu bisa menimbulkan gema (echo).

 Cuma perlu diketahui pula, pada proses timbulnya gema ini, biasanya orang bereksperimen dengan cara bersuara sekali, dan kemudian mendengarkan suara akibat gema yang kemudian terdengar beberapa kali. Namun terkait dengan getaran yang timbul dari "diri" manusia, proses "bersuara" itu terjadi secara terus menerus, selama manusia itu masih berada di dalam gua tersebut. Dan karena getaran itu "berpola" yang cenderung sama dengan getaran yang dikeluarkan oleh manusia tersebut, maka kemudian timbullah rasa  yang mungkin pada masa sekarang untuk gaulnya kita sebut saja sebagai ... "gue banget, gitu loh". :)

Terpisah dari kondisi yang ada dalam sebuah gua, kiranya pada saat itulah manusia mulai "berpikir ala dirinya sendiri",  alias tidak lagi dipengaruhi oleh getaran lain yang ada di alam bebas. Dan kiranya pada saat itu pula (kalau boleh mengemukakan dugaan), "free will" pun mulai mengada. Dimana "keberadaan manusia di dalam gua" itu kemudian juga menjadi sebuah budaya tersendiri dan bisa diamati pada peninggalan-peninggalan yang ditemui pada beberapa gua. 

Pada beberapa wilayah kemudian berkembang, dimana manusia ... membuat ... tempat tinggalnya dengan cara melubangi dinding-dinding gunung sehingga menyerupai gua. Mungkin karena mereka tidak menemukan gua alami di wilayah tersebut. Dimana, pada kawasan Asia kiranya banyak dijumpai peninggalan-peninggalan terkait hal tersebut.

 Walau pada masa-masa berikutnya, manusia kemudian mendapati bahwa pada beberapa wilayah hal itu tidaklah aman (dimungkinkan karena banyak gempa). Hingga mereka kemudian memutuskan untuk membuat "gua" di luar gua, yang kiranya menjadi mode hingga saat ini, dimana kita biasa menyebutnya sebagai ... rumah.  Namun, fungsi gua tidaklah menghilang begitu saja.

 Ada rasa "cinta" berbaur dengan rasa "takut" mengada dalam pemikiran manusia pada jaman tersebut. Dimana beberapa dari mereka kemudian menjadikan gua itu sebagai tempat tinggal manusia yang dicintai tetapi tidak lagi merasa takut (karena sudah mati). Dimana itu kemudian menjadi sebuah budaya tersendiri pula. "Jejak" dari budaya ini kiranya bisa dilihat pada makam yang dibuat pada gua yang ada di tebing gunung dari suku Inca ataupun di Toraja, atau pada pengembangan lebih lanjut ... bisa dilihat pada katakomba. 

...

Yang telah diutarakan itu semua sebenarnya cuma merupakan prakata (dari bagian ke enam ini). Kiranya bisa menjelaskan sedikit, mengenai fenomena yang terjadi pada saat ini; dimana (sebagian) manusia "tertampak" tidak lagi merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari alam lingkungan yang ada di bumi ini. Yang mana tentunya itu membawa pengaruh signifikan bila kita bicara/berpikir mengenai proses penataan (dimana lingkupnya tidak semata penataan di dalam rumah saja). 

Bersambung ...

Peeeace 4 all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun