Penetapannya sebagai bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 403 Tahun 2025 pada 14 Mei 2025, seharusnya menjadi titik awal pelestarian yang serius, bukan sekadar formalitas administrasi.
Namun kenyataannya, hingga hampir lima bulan setelah penetapan, kondisi menara masih memprihatinkan.
Tidak ada tanda-tanda perawatan intensif. Tidak ada papan informasi yang menjelaskan sejarah panjang bangunan ini.
Tidak ada fasilitas pendukung untuk wisatawan yang mungkin tertarik berkunjung. Bahkan akses menuju menara pun tidak jelas, saya harus bertanya kepada warga lokal untuk menemukannya.
Padahal, kalau dikelola dengan serius, Menara Air Manggarai memiliki potensi ekonomi dan budaya yang menjanjikan.
Bayangkan, kalau Pemprov DKI benar-benar merawat bangunan ini: tumbuhan liar pada atap dibersihkan secara berkala, semen pada dinding yang mengelupas ditambal dengan material yang sesuai tanpa mengurangi keaslian bangunan, dan struktur batu bata yang mulai rapuh diperkuat.
Tentu bukan pekerjaan yang mustahil, hanya butuh komitmen dan anggaran yang dialokasikan secara konsisten. Lebih dari itu, menara ini bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata heritage yang menarik.
Bangunan Paud yang berada di samping menara bisa dialihfungsikan menjadi museum mini yang menjelaskan sejarah panjang menara, perkembangan sistem penyediaan air untuk kereta api, dan arsitektur nieuwe kunst.
Pada halaman yang masih kosong, bisa ditambahkan bangunan modern seperti kafe dengan desain yang harmonis dengan bangunan heritage, sebuah ruang di mana wisatawan bisa beristirahat sambil menikmati pemandangan menara dari dekat.
Promosi juga perlu ditingkatkan. Pemprov DKI bisa menggandeng para konten kreator yang fokus pada wisata heritage Jakarta untuk memperkenalkan menara ini ke publik yang lebih luas.
Pasang papan informasi di Stasiun Manggarai yang berjarak tidak jauh, lengkapi dengan peta dan petunjuk arah.