Jakarta, sebagai pusat ekonomi Indonesia, tak terhindar dari padatnya arus lalu lintas. Hal ini semakin diperparah oleh tingginya penggunaan kendaraan pribadi oleh warganya dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam laporan tahunan TomTom Traffic Index, yang mengevaluasi kondisi lalu lintas di lebih dari 500 kota di 62 negara, Jakarta pada tahun 2024 berada di peringkat ke90 dunia dengan tingkat kemacetan mencapai 43%.
Angka ini mengalami penurunan signifikan sebesar 10% dibandingkan tahun 2023, ketika itu Jakarta sempat menempati peringkat ke30 kota termacet di dunia.
Uniknya, laporan yang sama, juga mencatat dua kota lain di Indonesia---Bandung dan Medan---berada di antara 20 kota dengan kemacetan terburuk secara global.
Bandung duduk di posisi ke12, dengan ratarata waktu tempuh 32 menit 37 detik per 10 kilometer, sementara Medan berada di posisi ke15 dengan waktu tempuh ratarata 32 menit 3 detik.
Penurunan tajam peringkat Jakarta ini, tentu tak lepas dari kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Gubernur Pramono Anung menyebut bahwa, peningkatan kualitas dan jangkauan transportasi publik jadi salah satu faktor utamanya.
Menurut laporan Kompas, saat ini layanan seperti Transjakarta sudah menjangkau 91% wilayah Ibu Kota, melayani sekitar 1,3 juta penumpang setiap hari, dan terintegrasi dengan MRT, LRT (Jabodebek), serta KRL.
Meski demikian, pengguna transportasi publik saat ini, baru mencapai sedikit di atas 21%, sehingga Pemprov menargetkan peningkatannya sebesar 5--10% setiap tahun.
Langkah nyata pemerintah pun sudah dilakukan melalui Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2025, yang mewajibkan seluruh pegawai Pemprov, termasuk Parmono sendiri, menggunakan transportasi umum setiap Rabu
 Selain itu, program Car Free Day (CFD) setiap Minggu pagi (06.00-10.00 WIB) dan rencana pelaksanaan Car Free Night (CFN) setiap Sabtu malam (22.00 WIB hingga dini hari), bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor dan menekan polusi udara.