Mohon tunggu...
Billy Chandra Wijaya R
Billy Chandra Wijaya R Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Ilmu Ekonomi, Universitas Brawijaya

Historian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Bukan Karena Mesin Waktu

5 Juli 2020   01:26 Diperbarui: 5 Juli 2020   01:37 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa manusia dipaksa bangun dari tidurnya karena bunyi alarm ponsel pintarnya, beberapa lagi ingin bervakansi dengan bantuan Waze atau Google Maps, ada juga yang berbelanja lewat wadah digital di ponselnya, atau mungkin berkonsultasi tentang kesehatan pribadinya.

Dan, saat ini ketika kita terbangun dari keterlelapan, alam bawah sadar kita seolah-olah memberi dorongan untuk sibuk mencari gawai pintar yang kita miliki. Di awal dekade abad ke-21, kita termanipulasi oleh berbagi kemutakhiran yang dihidangkan globalisasi. Globalisasi berhasil memanjakan dan mungkin akan memapankan kita dalam kehidupan ketika berbagai ciptaan baru telah ditemukan.

Arus digitalisasi dan komputasi bergerak seolah-olah tidak ada pelatuk untuk menghentikannya. Berbagai sektor kehidupan sekarang sedang sibuk berlomba-lomba untuk bisa mengaktualisasikan bidang konsentarasinya agar dapat ikut serta dalam roda digital global, mulai dari bimbel pendidikan, pelayanan mengantar obat, pembelian parabot rumah, dan masih banyak lagi.

Dunia sudah bertransformasi meninggalkan berbagai rekam jejak kekunoan menuju singgasana modernitas. Revolusi industri menjadi turbin penggerak yang sampai saat ini belum pernah kehabisan bahan bakar, atau mungkin tidak akan pernah.

Setelah menghadirkan mesin uap, lalu menciptakan lokomotif untuk menarik batubara, memperkenalkan mesin pendingin ruangan agar masyarakat tropis dapat merasakan sensasi di Skandinavia, dan sekarang bergerak untuk ekspansi jaringan agar dunia menjadi satu kesatuan digital.

Bagaimana bisa dunia menjadi seperti ini? Padahal, ketika kita berumur tujuh tahun masih sibuk mencari pedagang keliling untuk membeli sebidang kertas monopoli atau ular tangga.

Generasi saat ini sudah tidak lagi disibukkan dengan hal tersebut. Mereka sibuk mencari berbagai aplikasi yang dapat membuatnya tergelitik di Play Store ataupun App Store. Bagaimana bisa dunia berubah secepat ini?

Tidak, ini tidak cepat, butuh waktu beribu-ribu tahun untuk kita mencapai tahap sekarang dan ini bukan titik puncak dari yang disebut dengan 'kemajuan'. Semua diinisiasi oleh nenek moyang kita lewat khayalan.

Mereka sibuk berkhayal tentang bagaimana caranya memberitahu kawanannya bila di bawah pohon apel tersebut ada harimau yang sedang kelaparan, atau bagaimana bisa menghangatkan tubuh ditengah badai salju, bahkan mereka berkhayal tentang bagaimana caranya untuk menyatukan kawanan lain dengan kawanannya.

Nenek moyang kita menghadirkan berbagai fiksi dan memanfaatkan bumi sebagai gelanggang tempat fiksi yang diciptakannya bekerja kesana-kesini membawa tujuannya. Setelahnya, keluwesan bahasa resmi bergandengan dengan fiksi kemanapun dan apapun tujuannya. Bahasa menjadi media untuk melanggengkan fiksi-fiksi yang diciptakan oleh para nenek moyang kita.

Dengan hadirnya fiksi, nenek moyang kita resmi menciptakan realitas baru, diluar realitas objektif, seperti gunung, pohon, monyet, atau gajah. Realitas subjektif dan antar-subjektif hadir meramaikan kehidupan para pemburu pengumpul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun