Implikasi dalam pendidikan anti-korupsi:
Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan lembaga antikorupsi seperti KPK harus dibangun secara aktif.
Sistem reward and punishment harus diterapkan dalam lingkup kampus untuk menanamkan budaya kejujuran.
8. Peran Guru/Pendidik: Fasilitator Etis, Bukan Penguasa Moral
Pendidik tidak lagi bertindak sebagai penguasa yang menghakimi, tetapi sebagai pemicu kesadaran moral peserta didik. Guru mendampingi mahasiswa dalam proses berpikir kritis, bukan memberi jawaban tunggal.
Implikasi dalam pendidikan anti-korupsi:
Guru harus menjadi model diskusi terbuka dan netral secara moral, serta menstimulasi debat etis.
Guru menghindari pendekatan dogmatis dalam mengajar nilai.
9. Konsep Integritas: Konsistensi Internal dan Eksternal
Integritas dalam model ini didefinisikan sebagai kesesuaian antara nilai moral yang diyakini dengan tindakan nyata dalam kehidupan. Pendidikan bertugas menanamkan kemampuan untuk hidup sesuai nilai, bukan hanya menghapal etika.
Ringkasan Analitis: Empat Model Paideia dalam Pendidikan Anti-Korupsi
Pendidikan anti-korupsi di Indonesia memerlukan pendekatan filosofis yang utuh dan mendalam. Konsep Paideia dari tradisi Yunani Kuno yang dikembangkan dari pemikiran Platon hingga pemikir-pemikir kontemporer menjadi kerangka penting dalam mengembangkan model pendidikan karakter berbasis integritas. Dalam konteks ini, empat model Paideia dapat dirumuskan untuk menjawab tantangan pendidikan antikorupsi: Paideia Klasik, Paideia Modern, Paideia Pasca-Modern, dan Paideia Transformatif.
Berikut adalah ringkasan analitis masing-masing model Paideia dan implikasinya pada pendidikan anti-korupsi:
I. Paideia Klasik (Platonis-Aristotelian)
1. Asumsi Filosofis: Berbasis pada filsafat moral Yunani klasik, Paideia Klasik menekankan pembentukan jiwa yang adil dan harmonis. Jiwa terdiri dari tiga elemen: logos (rasio), thumos (semangat moral), dan epithumia (nafsu/keinginan).
2. Tujuan Pendidikan: Membentuk manusia berbudi luhur melalui latihan kebajikan (arete) agar memiliki karakter jujur, berani, adil, dan sederhana.
3. Metode: Latihan moral, teladan hidup, pengendalian diri, dan pembiasaan nilai (habitus).
4. Strategi Anti-Korupsi: Menumbuhkan integritas melalui pembinaan moral personal dan komunitas, bukan sekadar hukum formal.
5. Peran Guru: Sebagai teladan moral dan mentor kebajikan, membimbing jiwa menuju kebaikan.
6. Ciri Khas: Keseimbangan internal antara rasio, semangat, dan nafsu melahirkan sikap anti-korupsi dari dalam, bukan sekadar kepatuhan hukum.