Pernah nggak, kita lagi nonton film, dan kesel banget sama tokoh jahat yang kayaknya bebas banget? Kadang rasanya pengen langsung "cut" adegan dan lompat ke akhir yang bahagia. Begitu juga hidup---kita sering bertanya: "Kalau Tuhan benar ada, kenapa kejahatan masih berjalan?"
Pertanyaan ini bukan cuma muncul di buku filsafat, tapi juga di hati orang-orang yang sedang merasa tertindas, diabaikan, atau dilukai.
Bahkan para penjahat sendiri suka "ngejek," merasa bebas dan nggak ada yang menghukum.
Epicurus, filsuf Yunani kuno, pernah bilang:
Kalau Tuhan mau lawan kejahatan tapi nggak bisa, berarti Dia nggak maha kuasa.
Kalau Dia bisa, tapi nggak mau, berarti Dia nggak maha baik.
Kalau Dia bisa dan mau, kenapa kejahatan masih ada?
Kalau Dia nggak bisa dan nggak mau, kenapa kita panggil Tuhan?
Sekilas, logikanya Epicurus ini kelihatan keren. Tapi Daud di Mazmur 10, dan kita yang mau belajar, tahu jawabannya lebih dalam.
Tuhan mampu dan Tuhan mau. Tapi cara Tuhan bekerja dan memproses jauh berbeda dari logika manusia.
Tuhan nggak sekadar "memberantas" kejahatan seketika kayak tombol delete di komputer. Dia melihat gambaran besar---kejahatan bukan cuma soal menghukum, tapi juga alat memproses. Baik buat korban, maupun pelakunya.
Kita sering lihat hidup ini potongan demi potongan. Tuhan lihat satu cerita utuh---bahkan dari apa yang kita anggap jahat, ada benih pertumbuhan dan pemurnian hati.
Hidup tanpa tantangan dan pergumulan malah nggak pernah bikin kita sadar apa itu kebaikan dan kedamaian.
Akhirnya, semua kembali ke satu tujuan: pertumbuhan.
Intinya? Tuhan nggak pernah kehabisan cara bikin kita tumbuh. Soal detail "kenapa-kenapa," nanti aja tanya pas udah "ketemu Dia," hehehe.
Kata Kunci
Hidup ini proses; Tuhan izinkan semua---untuk memurnikan hati kita.