[caption id="attachment_195100" align="aligncenter" width="300" caption="obat/Dok.pri/BCRT/2012"][/caption]
Bertemu dengan orang sehat dan sabar itu banyak dialami setiap orang, namun pernahkan bertemu dengan orang dalam kondisi sakit dan orang tersebut tetap sabar walau sakitnya parah sekalipun? Ada, tapi jarang. Dalam kenyataannya sedikit banyak peristiwa sakit pasti mempengaruhi suasana hati seseorang.
Pengalaman menjadi paramedis membuktikan bahwa beberapa orang yang tampaknya sabar saat ia sehat tiba - tiba saja berubah menjadi tidak stabil emosinya. Marah, Emosional dan kesabarannya luntur, sulit bekerjasama.
Disinilah tantangan bagi para petugas kesehatan terutama bidan dan perawat. Mendampingi para pasien yang sedang dalam masa sakit secara fisik dan lelah secara psikologis terutama bila harus berbaring lama di rumah sakit, terancam kehilangan pekerjaan, kekuatiran mengalami cacat tubuh, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Seorang yang sakit masuk ke rumah sakit berasal dari berbagai type kepribadian, karakter, latar belakang budaya, pendidikan dan kebiasaan yang berbeda beda. Belum lagi bila si pasien merupakan seorang yang cukup aktif dan energik setiap hari. Tiba - tiba ia harus pasrah, menurut dan berbaring dengan berbagai macam bantuan alat medis baik infus,oksigen dan sebagainya. Memang ritme pekerjaan seorang paramedis dibuat dalam bentuk shift atau sistem ganti jaga tiga kali dalam sehari bisa pagi, siang atau malam. Maksimal 7 hingga 8 jam sehari. Meskipun hanya beberapa jam saja seorang paramedis berada dirumah sakit tak jarang menimbulkan ketegangan bila tidak trampil mengendalikan emosi. Terutama bila menghadapi berapa situasi seperti berikut. Pasien yang ketus. Tetap tenang dan dengarkan semua keluhan. Jangan terpancing untuk menyela pembicaraan bila pasien sedang bicara. Latih pikiran untuk memusatkan diri pada apa yang dikeluhkan pasien dan bukan konsentrasi pada ekspresi wajah maupun intonasi suaranya yang ketus. Dengan mendengarkan sepenuh hati maka kita bisa memahami apa yang menjadi keinginan pasien dan penyebab dia merasa frustasi. Tetap senyum dan kendalikan emosi selama berada bersama pasien yang dirawat. Setelah pasien tenang bantu ia untuk menemukan permasalahan inti diantara semua keluhannya. Tawarkan beberapa solusi yang mungkin bisa dijadikan alternatif pemecahan masalah. Tidak perlu ragu untuk mengatakan maaf sekalipun petugas kesehatan merasa benar. Pasien sulit kerjasama Bisa dipahami memang sulit bila pasien terbiasa mengatur atau memimpin dalam aktifitas sehari - hari lalu tiba - tiba harus diam tidak boleh begini dilarang begitu oleh dokter dan perawat atau bidan. Menghadapi pasien seperti ini, jelaskan dengan sabar dan secara lengkap tentang tujuan tindakan apapun yang akan dilakukan. Beri kesempatan pasien untuk berpikir atau berdiskusi dengan keluarganya. Selanjutnya persilahkan pasien untuk memutuskan dengan pertimbangan yang telah kita berikan. Seringkali pasien menolak karena penjelasan kurang lengkap dan ia merasa ragu. Bila perlu lalukan pendekatan dengan konseling pribadi. Beritahu bahwa setiap terapi atau tindakan yang dilakukan padanya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, perawat dan pasien. Apabila seorang pasien tampak sulit sekali untuk dapat kooperatif dalam rencana perawatan yang akan dilakukan padanya, beritahu dengan sabar bahwa kesembuhan sebenarnya tergantung dari semangat, ketaatan dan kesediaan pasien menjalani terapi atau diet yang ditentukan. Tindakan rawat inap akan semakin lama bila pasien tidak taat pada rencana perawatan dan pengobatan yang diberikan selama dirawat. Pendampingan psikologis. Selain pengobatan dan terapi untuk penyakitnya, kadang pasien juga membutuhkan terapi rohani. Kesehatan fisik erat kaitannya dengan kesehatan mental. Pasien yang terbaring sakit tentu mengalami kejenuhan, kecemasan, keterasingan, tidak berdaya dan bahkan penolakan situasi yang dialaminya saat sakit, masalah keuangan dan terlebih bila penyakitnya sulit disembuhkan. Memang ada penyakit yang diderita akibat kecelakaan, tetapi beberapa penyakit fisik ada yang justru bermula dari ketegangan mental seseorang. Menghadapi pasien seperti ini tidak cukup sekedar membantu merawat kebersihan, mengatur diet, membagikan obat dan melatih aktifitas fisik. Lebih dari semua itu pasien sangat membutuhkan perawatan yang holistik termasuk sisi psikologis, sosial, spiritual. Sakit fisik seorang pasien memang mudah dideteksi tetapi penderitaan psikologis pasien tidak mudah untuk kita ketahui, butuh kepekaan dan ketrampilan khusus untuk dapat mendampingi pasien. Tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas pendampingan bagi pasien secara psikologis. Bila demikian maka paramedis bisa mengupayakan pendampingan dari pemimpin agama atau psikolog yang menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit. Idealnya memang setiap pasien mendapat kesempatan untuk menerima konsultasi psikologi selama dalam perawatan sakitnya. Bila tenaga terbatas maka perawat dan bidan dapat melakukan sendiri pendampingan untuk membantu mengurangi ketegangan mental selama pasien berada di rumah sakit. Refleksi diri dari petugas kesehatan Tak jarang pasien mengeluh sakitnya bertambah parah akibat mendapat pelayanan kesehatan yang kurang ramah, ketus dan tidak menghargai hak - hak pasien. Sebaliknya ada pasien yang merasa sudah sembuh ketika mendapat sapaan yang ramah dan sabar dari petugas paramedis. Sebuah pertanyaan bagi paramedis, sudah sejauh mana totalitas pengabdian profesi yang kita berikan selama ini. Cukupkah sekedar merawat dan mengobati sakitnya secara rutinitas saja? Sebenarnya kesembuhan seorang pasien bukan hanya tergantung pada obat dan sederet jadwal tindakan medis saja, namun perlu dukungan kesabaran, keramahan dan totalitas pengabdian melayani dari seorang tenaga kesehatan. Ketika seorang pasien terbaring sakit ia tidak akan mencari tenaga kesehatan yang lulus kuliah dengan nilai akademik cum laude tetapi ia akan mencari seorang tenaga medis dan paramedis yang mampu memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan holistik. Salam Hangat Bidan Romana Tari