Mohon tunggu...
Bibi Young
Bibi Young Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Penulis yang sibuk mengurus anak dan suami serta sesekali membersihkan rumah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gus Yasin, Imam yang Tepat untuk Menata Kiblat Partai Ka'bah

5 Desember 2020   16:37 Diperbarui: 5 Desember 2020   16:50 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Partai Persatuan Pembangunan (PPP) lahir setelah beberapa partai bernapaskan Islam melakukan fusi. Berbagai aliran ideologi keagamaan dan politik ngumpul jadi satu di sana. Dari Nahdlatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Pergerakan Tarbiyah Indonesia (Perti) sampai Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Kemajemukan itulah yang jadi ciri utama partai berlambang ka'bah selama ini.

Jika menilik raihan jumlah suara dalam pemilu ataupun persentase kursi di DPR RI, masa kegemilangannya terjadi pada tahun 1977. Meski sebagai partai baru, PPP berhasil memeroleh 18.743.491 suara dan 99 kursi di senayan. Dalam perjalanannya, partai yang semasa Orde Baru berlambang bintang itu mengalami pasang surut meskipun sampai reformasi menjelang selalu menempati peringkat kedua di bawah Partai Golkar dan di atas PDI.

Ternyata 22 tahun duduk di zona nyaman, membuat para elit PPP lupa bahwa dunia mengalami perkembangan sedemikian cepat. Aspirasi rakyat mengalir seperti air bah yang menerjang kuat. Belum sempat menata internal dan konstituen, akhirnya insiden 12 dan 13 Mei 1998 benar-benar membuat PPP belingsatan. Terlebih waktu pemilihan Presiden pada Maret 1998, karena kecewa dengan pilihan Ketua Umum PPP Ismail Hasan yang mendukung Soeharto, banyak tokoh-tokoh sentral PPP menanggalkan baju ijo dan memilih mendirikan partai baru.

Pada periode kepemimpinan Hamzah Haz, PPP sebenarnya punya peluang besar untuk melambung. Terlebih posisinya sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke 9. Namun kejadian di tahun 1998 rupanya tidak cukup dijadikan bahan pembelajaran bahwa partai ini mesti ditransformasi. Mesti ada pembaruan dan penyegaran, baik di tokoh-tokoh sentralnya, langkah-langkah politis yang diambil maupun cara kampanyenya. Sehingga tidak ada lagi kesan PPP ini partai oldies, PPP ini partai eksklusif, partai yang susah menerima suara anak muda.

Hari ini sudah menjelang pergantian tahun menuju 2021. Masa yang akan dipenuhi aspek-aspek digital, ruang-ruang virtual dan akan meninggalkan segala hal yang berbau konvensional. Dan pertengahan bulan nanti, PPP akan menyelenggarakan Muktamar yang salah satu agendanya adalah pemilihan ketua umum Jika Partai Persatuan Pembangunan ingin melakukan rebranding, ini adalah waktu yang sangat tepat. Tapi dengan catatan, relnya harus kuat dan kemudinya mesti dipegang orang yang tepat. Rel seperti apa yang mesti dibangun? Yakni rel yang bisa menghilangkan kesan bahwa PPP partai oldies, PPP ini partai inklusif dan PPP ini partai yang sangat terbuka untuk anak muda. Lantas, siapa tokoh yang tepat memegang kendalinya? Siapa yang pantas dipilih sebagai Ketua Umum pada Muktamar IX pada 18 - 21 Desember nanti?

Berpijak pada sejarah bahwa PPP ini merupakan lumbung yang menampung beragam ideologi keagamaan dan politik, maka sosok yang khatam dengan wacana keagamaan dan kebangsaanlah yang paling tepat. Tapi itu saja tidak cukup. Tokoh yang jadi pemegang kendali utama PPP mesti memiliki basis suara yang kuat dan riil. Selain dua indikator itu, sosok tersebut harus memiliki laku politik yang akrab dengan masyarakat dan mudah menjangkau kalangan pusat.

Jika menilik catatan tersebut, Taj Yasin Maimoen merupakan kader PPP yang paling relevan untuk memegang kendali PPP mulai saat ini. Keilmuan agama dan wawasan kebangsaannya sangat mumpuni. Kualitas dan kredibilitasnya sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah teruji. Jaringan dan pendukung yang riil. Terlebih sebagai putra tokoh paling berpengaruh di PPP satu dekade terakhir, KH. Maimoen Zubair, membuatnya sangat memahami segala intrik politik di internal maupun eksternal PPP. Ditambah, di usianya yang masih 37 tahun bakal menggugurkan segala bentuk sentimen negatif kepartaian yang selama ini dilabelkan ke PPP. Entah yang dianggap sebagai partainya orang-orang tua maupun partai yang tidak mau mengikuti perkembangan zaman yang dibawa para pemuda.

Ini adalah waktu yang tepat untuk PPP menata ulang kiblat partai agar tak salah arah. Jika arahnya jelas maka langkah politis maupun kebijakan jadi jelas. Sekaligus inilah momen PPP keluar dari lubang jarum untuk menjadi partai yang kembali diperhitungkan. Rasa-rasanya tidak patut bagi PPP, sebagai partai yang mestinya sudah mapan, cuma menempati peringkat ke sembilan, jauh di bawah Partai Nasdem, PKS, Partai Demokrat bahkan Partai Amanat Nasional. Jika reformasi jadi titik turun PPP, maka hari ini Taj Yasin akan mereformasi tubuh PPP untuk kembali meraih kejayaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun