Mohon tunggu...
Bibi Young
Bibi Young Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Penulis yang sibuk mengurus anak dan suami serta sesekali membersihkan rumah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PDIP Mencoreng Wajah Sendiri

5 September 2020   14:25 Diperbarui: 5 September 2020   14:55 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah ancaman serius tengah dialami Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Pilkada serentak 2020. Bukan karena rendahnya
elektabilitas maupun popularitas calon yang diusung, namun karena kasarnya permainan elit partai dalam memberikan rekomendasi calon
kepala daerah. Jika hal tersebut tidak segera diantisipasi, bukan tidak mungkin PDIP akan kehilangan bukan hanya kader terbaik tapi
akan kehilangan kepercayaan dari rakyat pada Pilpres 2024 mendatang.

Kita ambil sample dari Kota Surabaya, Kabupaten Kediri, Kota Surakarta dan Kota Medan. Di empat daerah yang selama ini dianggap
sebagai basisnya PDIP itu, tidak satupun kader PDIP yang menjadi calon kepala daerah. Di Surabaya, seorang PNS yang diusung PDIP. Ari
Cahyadi namanya. Ada kasak kusuk, diusungnya Ari Cahyadi itu tidak lain karena kedekatan sang birokrat dengan Risma Maharani. Jika
benar demikian, berarti Risma yang tidak lain menjabat pengurus di DPP PDIP telah bermain sangat kasar dengan menyingkirkan kader-
kader banteng lain yang jelas militansi dan loyalitasnya pada partai.

Demikian pula yang terjadi di Kabupaten Kediri. PDIP memilih Hanindhito Himawan sebagai calon bupati. Satu-satunya pemuda yang (tiba-tiba) masuk dalam lingkaran PDIP karena akses sang ayah, Pramono Anung. Bahkan Hanindhito tidak memiliki satupun musuh dalam pemilu itu. Demikian pula yang terjadi di Surakarta dan Medan. Anak dan mantu Presiden Joko Widodo dipilih PDIP untuk berlaga di Pilkada meskipun bukan kader murni partai.

Selain empat daerah itu masih banyak daerah lain yang PDIP justru tidak mengusung kadernya sebagai calon walikota atau bupati. Seperti di Sidoarjo, Lamongan sampai Tuban. Termasuk pula pada Pilkada Sumatera Barat, pengusungan yang membuat Puan Maharani kena bully berhari-hari, bukanlah kader dari PDIP melainkan Partai Demokrat. Bahkan, calon gubernur tersebut telah berani merendahkan PDIP dengan mengembalikan dukungan dari partai banteng moncong putih itu.

Dua fenomena tersebut, rendahnya kader yang diusung serta dikembalikannya rekomendasi, benar-benar mencoreng wajah PDIP. Partai yang dalam satu dekade ini sangat berjaya telah merendahkan martabat sekaligus telah direndahkan martabatnya. Karena apa? Tidak lain karena permainan kasar para elitnya. Bahkan seorang Puan Maharani yang lemah lembut itu bisa menjadi sedemikian kasar akhir-akhir ini. Sepertinya Mbak Puan keliru memilih teman dekat untuk diskusi, untuk ngobrol dan memberi segenap pertimbangan.

Ketika para elit partai merendahkan kadernya, mereka pun bakal direndahkan. Alam tidak akan tinggal diam melihat kesewenang-wenangan seseorang, apalagi yang memanfaatkan jabatan. Ini adalah PR besar Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum untuk mensterilkan jajarannya di DPP PDIP dari orang-orang yang menjalankan politik secara kasar, dari orang-orang ambisius yang menghalalkan segala cara. Karena jika hal tersebut dipertahankan, bukan tidak mungkin di 2024 PDIP akan nyungsep. Bahkan bukan hal mustahil di Pilpres 2024 PDIP bakal kehilangan kader yang diusung sebagai calon presiden. Jika itu benar-benar terjadi, PDIP benar-benar jatuh dalam titik nadir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun