Ia mencetak empat gol kala itu dan membawa Swedia menang atas Inggris dengan skor 4-2, bahkan gol terakhirnya dicetak dengan cara yang spektakuler, melakukan tendangan salto dari jarak 30 yards.
Meledak di lapangan hijau dan tetap mengendalikannya bukan suatu hal yang mudah, salah satu contoh pemain yang gagal melakukannya adalah penyerang baru Chelsea asal Argentina, Gonzalo Higuain.
Saat pertandingan AC Milan melawan Juventus, sejak awal pemain berusia 31 tahun itu terlihat sangat emosional. Bukan hal aneh memang, karena sebelumnya, Ia bermain di Juventus namun dipaksa pindah ke AC Milan karena Juventus punya pemain baru, Cristiano Ronaldo. Wajar Ia marah, yang jadi masalah adalah Ia tidak mampu mengendalikannya menjadi energi positif pada pertandingan itu. Ia gagal mengeksekusi tendangan penalti, bahkan akhirnya diusir dari lapangan.
Sejak itu, Ia gagal bermain apik, banyak pengamat mengomentari, Higuain setelah insiden itu sudah tidak menjadi Higuain yang dikenal orang-orang.
Akhirnya, semoga tulisan ini dapat menjadi gambaran bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih aware terhadap diri kita sendiri, dan paham bahwa mengelola amarah merupakan suatu hal yang penting.
Bahkan ketika kita mampu mengelolanya dengan baik, amarah dapat menjadi tenaga yang tak terduga bagi kita untuk mencapai tujuan hidup kita.
Jika pembaca bertanya kepada saya, apakah saya sudah mampu mengelola amarah saya sendiri? Jawabannya adalah belum sama sekali.
So, mari kita Bersama-sama belajar untuk dapat mengelola amarah kita.