Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Bangga Ada SBY

16 Oktober 2016   19:05 Diperbarui: 16 Oktober 2016   20:44 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lantaran (tadinya mau saya mulai dengan kata “gegara”, tetapi teringat itu sebenarnya bukan berarti “gara-gara”) tulisan saya berjudul “SBY Bapak Permuseuman Indonesia?” (baca dihttp://www.kompasiana.com/bertysinaulan/sby-bapak-permuseuman-indonesia_5802fbb26323bde9068b456c ) serta status saya di Facebook yang mempertanyakan tentang komunitas-komunitas dan organisasi terkait permuseuman yang katanya sudah sepakat memberikan gelar Bapak Permuseuman Indonesia kepada Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, ada yang menganggap saya tidak menghargai SBY, demikian singkatan populer nama beliau.

Salah besar! Saya justru bangga ada SBY di Indonesia. Kehadirannya telah mewarnai perjalanan sejarah Republik Indonesia. Apalagi bagi saya yang aktif di Gerakan Pramuka sejak usia 8 tahun. Kehadiran SBY menjadi Presiden RI yang berarti sekaligus sebagai Ketua Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, sungguh membanggakan.

Ketika pemerintahannya, anggaran Pemerintah untuk Gerakan Pramuka yang tadinya sempat terhenti setelah Reformasi, dihidupkan kembali. SBY juga yang mencanangkan “Revitalisasi Gerakan Pramuka”, upaya untuk menjadikan organisasi pendidikan non-formal itu lebih berperan dan lebih berkualitas dalam setiap kegiatannya.

Dalam catatan saya, SBY juga tokoh yang “menghidupkan” kembali kegiatan kepramukaan di lingkungan negara-negara Asia Tenggara. Dari catatan yang ada – karena saya tak mengikutinya – Jambore Kepanduan ASEAN pertama kali diadakan di Filipina pada 1993. Setelah itu terhenti cukup lama, tak ada lagi gaungnya.

Adalah SBY yang pada 2006 dianugerahi penghargaan tertinggi kepanduan Malaysia yang organisasinya bernama Persekutuan Pengakap Malaysia. Penghargaan itu berupa pingat “Semangat Padi Emas”. Kebetulan saya menjadi salah satu saksi sejarah, menyaksikan penghargaan itu diberikan oleh Perdana Menteri Malaysia (saat itu) Abdullah Badawi di Kuala Lumpur, Malaysia.

Tak berapa lama kemudian, Gerakan Pramuka – organisasi kepanduan di Indonesia – membalas dengan memberikan penghargaan tertinggi Gerakan Pramuka, lencana Tunas Kencana kepada PM Malaysia, Abdullah Badawi. Penghargaan Tunas Kencana tersebut diberikan oleh Presiden SBY di Jakarta.

Dari kedua tokoh itulah, tercetus pemikiran untuk mengembangkan kembali gerakan kepanduan di ASEAN. Maka selain membentuk suatu forum regional kepanduan ASEAN, Presiden SBY juga menggagas untuk diadakannya kembali Jambore ASEAN.

Setelah cukup lama terhenti, Jambore ASEAN akhirnya berhasil dilaksanakan di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, pada 2008. Itu berarti 15 tahun setelah pelaksanaan Jambore ASEAN pertama. Selanjutnya, karena sudah dimulai oleh gagasan SBY, maka Jambore ASEAN kembali menjadi kegiatan yang berkelanjutan. Tercatat, Jambore ke-3 ASEAN pada 2010 di Singapura, lalu yang ke-4 pada 2013 di Thailand, dan yang ke-5 baru saja berlangsung di Malaysia, tahun ini.

Jadi sebagai anggota Gerakan Pramuka, saya bangga ada SBY yang membuat kiprah kepanduan di Indonesia dan di Asia Tenggara menjadi bersemangat kembali. Bahkan bukan hanya itu. Atas dukungan penuhnya, lahir pula Undang-Undang No.12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Tidak banyak negara di dunia yang organisasi kepanduannya dikuatkan dengan suatu Undang-Undang negara yang bersangkutan.

Itulah sebabnya, bila ada yang ingin mengusulkan agar SBY diberi gelar “Bapak Revitalisasi Pramuka Indonesia”, saya mendukungnya. Melengkapi gelar “Bapak Pramuka Indonesia” yang telah diberikan secara resmi kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Namun sesuai tulisan saya, terkait dengan pemberian gelar Bapak Permuseuman Indonesia, rasanya ada tokoh lain yang lebih layak diberikan. Mereka yang memang sepanjang hayatnya membaktikan diri mengembangkan permuseuman Indonesia, seperti Amir Sutaarga dan Bambang Sumadio (baca juga tulisan yang saya tanggapi dengan artikel ini). Saya yakin SBY juga bukan orang yang senang dengan gelar yang tidak sesuai dengan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun