Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sudah 12 Tahun Coba Dibunuh, tapi Tetap Hidup

30 Januari 2021   16:53 Diperbarui: 30 Januari 2021   17:01 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah kartu pos dengan prangko Indonesia. (Foto: BDHS)

 Sejak saat itu, bersama para kolektor prangko yang juga akrab disebut filatelis baik yang tergabung dalam Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) maupun yang tidak, telah berkali-kali mempersoalkan ini. Hal ini juga didorong oleh komentar seorang pejabat PT Pos Indonesia sendiri yang menulis pada kolom komentar catatan tersebut di Facebook. Dia menulis:

"Terus terang, saya pun ikut menyesalkan kebijakan tersebut, Pak Berthold. Memang ada ketentuan dari UPU yang mengharuskan R internasional menggunakan barcode, tapi menurut pemahaman saya bukan berarti prangkonya harus diganti tunai. Saya masih menerima R dari berbagai negara dengan menggunakan prangko. Mungkin ada baiknya PFI atau siapa saja mengirimkan pertanyaan resmi ke direksi".

Bayangkan, pejabat pos sendiri menganggap hal itu kurang tepat. Namun tampaknya dia berada pada posisi tidak atau kurang berani mempersoalkan secara internal. Bisa dimaklumi, mengingat mungkin saja -- sekali lagi mungkin saja -- pimpinannya kurang senang kalau kebijakannya dipersoalkan, dan daripada terkena sanksi, lebih baik diam saja.

Carik "barcode" yang ditempel pada amplop/sampul surat yang dikirim secara tercatat. (Foto: BDHS)
Carik "barcode" yang ditempel pada amplop/sampul surat yang dikirim secara tercatat. (Foto: BDHS)
Sesungguhnya yang ditulis pejabat pos tadi tepat. DI negara-negara lain sampai kini pun kiriman surat pos tercatat (R = registered) masih tetap menggunakan prangko. Memang, kini ada keharusan menempelkan carik barcode para amplop atau sampul surat, tetapi sebenarnya itu hanya mengganti carik R pada zaman dulu. 

Sepotong kertas berukuran sekitar 0,5 x 2 cm dengan tulisan R, nama kota, dan nomor pengiriman. Sekarang carik R tersebut diganti dengan carik barcode yang ukurannya lebih besar, sekitar 1 x 4 cm. Namun jelas hanya pengganti saja, seharusnya seperti di Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya, prangko tetap digunakan.

Sebelum itu, pengiriman kilat khusus dan lainnya, juga sudah tidak menggunakan prangko. Tak heran bila ada teman yang mengatakan, "Prangko dibunuh oleh pos sendiri".


Prangko atau Meterai

 Mengingat penggunaan prangko dalam layanan pos makin berkurang, tak heran pula bila di beberapa tempat, sesuai kesaksian sejumlah teman, bahkan pegawai di kantor-kantor pos sendiri nyaris tidak kenal yang namanya prangko. Bila ada teman yang mau beli prangko, selalu ditanya ulang oleh petugas pos, "Mau beli meterai?".

"Bukan, saya mau beli prangko"

"Meterai?"

"Bukan, beli prangko untuk kirim kartu pos ini".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun