Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mau Jadi Kompasianer Terproduktif? Tulis Puisi Sebanyaknya

9 Januari 2018   09:48 Diperbarui: 9 Januari 2018   10:02 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo: www.Kompasiana.com

Kompasiana baru saja merilis  tujuh Kompasianer yang paling produktif di bulan Desember 2017. Bertajuk "Siapakah Kompasianer Terproduktif Bulan Desember Lalu?" (baca lengkapnya di: https://www.kompasiana.com/kompasiananews/5a4f4af7bde5752d700b9244/siapakah-kompasianer-terproduktif-bulan-desember-ini) tentu segera saya pun ikut membacanya.Bukan karena ingin melihat apakah nama saya ada di deretan tujuh penulis itu -- yang pasti tidak bakal ada, karena saya akhir-akhir ini saya tak cukup rajin menulis di Kompasiana -- tetapi lebih karena tulisan itu dijadikan "Artikel Utama".

Pada 8 Januari 2018, saya memang baru saja menurunkan dua tulisan terkait dengan Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell. Tokoh yang pada 8 Januari 1941 meninggal dunia. Itulah yang menyebabkan tanggal itu saya cukup intens membuka Kompasiana, dan melihat tulisan karya Kompasiana News tersebut.

Terus terang saya terkagum-kagum dengan capaian para sahabat Kompasianer. Bayangkan dalam sebulan bisa menulis dan mengunggah sampai lebih dari 300 tulisan untuk yang menduduki peringkat pertama. Sementara peringkat kedua sampai keempat berkisar antara 100 sampai hampir 140 tulisan.

Ini jelas capaian yang sangat hebat. Berarti dalam sehari  mengunggah sedikitnya sekitar empat tulisan. Apalagi untuk yang menghasilkan 300 tulisan lebih, dalam sehari sepuluh tulisan lebih! Suatu hal yang terbilang fantastis, bahkan untuk ukuran seorang wartawan atau para pekerja pers profesional.

Barulah kemudian saya mencoba melihat satu persatu tulisan yang diunggah nama-nama tersebut. Ternyata paling tidak penulis di peringkat pertama sampai ketiga dan mungkin juga lainnya, lebih banyak mengunggah tulisan berbentuk puisi. Jumlah fiksi dalam bentuk puisi ini berkali lipat dibandingkan dengan tulisan artikel opini atau features, atau pun berita langsung yang ditulis.

Bukan mengecilkan karya puisi, karena saya pun seorang yang senang menulis puisi, dan untuk kumpulan puisi tunggal sampai saat ini telah empat buku saya hasilkan. Masih ada lagi puisi-puisi lain dalam antologi puisi bersama penyair lainnya yang terbit di berbagai buku. Tapi terus terang bagi saya pribadi, menulis puisi lebih mudah dalam arti membutuhkan waktu lebih sedikit dibandingkan menulis artikel opini atau pun features dan sejenisnya.

Memang, beberapa penyair senior pernah menyarankan, kalau selesai tulis puisi, endapkan dulu. Nanti baca ulang, kalau perlu minta tolong orang membaca puisi yang ditulis. Dari situ, biasanya akan timbul pemikiran-pemikiran untuk memperbaiki puisi yang sudah ditulis, sehingga hasilnya lebih baik dari sebelumnya.

Tapi tentu saja tak ada yang bisa melarang, kalau selesai tulis puisi dalam waktu singkat, langsung diunggah. Dari pengalaman pribadi, saya bisa menghasilkan lima sampai 10 puisi dalam sehari, malah terkadang lebih. Kalau mau diunggah semua di Kompasiana misalnya, maka dalam sehari sudah ada 10 tulisan saya. Katakanlah saya rajin, maka dalam sebulan sudah ada 10 puisi kali 30 hari, yang berarti ada 300 tulisan saya. Masuk juga dalam daftar penulis produktif 'kan?!

Jadi memang tampaknya bila mau menjadi penulis terproduktif di Kompasiana, cara paling mudah adalah mengunggah puisi sebanyak-banyaknya. Lagi pula -- sekali lagi tanpa bermaksud mengecilkan keberadaan puisi -- kata dan kalimatnya bisa ditulis hampir seenaknya saja. Sehingga tidak perlu repot-repot memikirkan gramatika dan tata urut penulisan sebagaimana layaknya kalau kita menulis artikel opini, features, atau berita langsung.

Memang -- sekali lagi kata teman -- menulis puisi pun tidak bisa seenaknya. Perlu kemampuan mengolah kata, diksi, dan sebagainya. Bila tidak, maka hanya menjadi puisi apa adanya, dalam arti kurang bermutu. Tapi untuk Kompasiana, yang dihitung hanya jumlah tulisan, bukan mutu, bukan pula topik, apalagi panjang pendeknya tulisan.

Jadi, meski pun tiap tulisan Anda hanya dibaca kurang dari 100 kali atau bahkan kurang dari 50 kali, asalkan tulisannya banyak, tetap dapat masuk dalam daftar penulis terproduktif. Sekali lagi, cara termudah untuk "banyak-banyakan", tampaknya adalah melalui puisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun