Mohon tunggu...
Berti Khajati
Berti Khajati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumni IKIP Muhammadiyah Purworejo (1998) dan SPs UHAMKA Jakarta (2021) menulis puisi, cerpen, pentigraf, cerita anak dan artikel nonfiksi lainnya bersama berbagai komunitas literasi di dalam dan luar negeri, mengabdi sebagai Kepala Sekolah di SDN Samudrajaya 03 Tarumajaya - Kab. Bekasi. Mempunyai quote "Filternya ada di dalam jiwa."

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Impian Generasi Petani Masa Depan

6 Mei 2019   09:07 Diperbarui: 6 Mei 2019   09:55 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

1. Jejak Masa Lalu
Sektor pertanian pernah menjadi andalan utama dalam sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara. Masa-masa surplus bahan makanan pokok pernah mewarnai kanvas pertanian tanah air. Panca Usaha Tani sempat menjadi bagian dari program-program bangsa kita di sektor pertanian.
Sektor pertanian memang menjadi modal utama pembangunan pada masa lalu, karena pada dasarnya negeri ini merupakan negara agraris.

2. Terpinggirkan
Kini, seiring kemajuan zaman dan semakin canggihnya pola pikir dan pola hidup manusia modern,  pelan tapi pasti sektor pertanian mulai ditinggalkan. Industri kreatif yang berbasis teknologi dan berbasis online menjadi primadona baru yang memicu gairah. Di samping faktor kemudahan mendapatkan uang, lahan ini juga sangat bersih dan bergengsi, jauh dari kesan kumal akibat belepotan tanah dan lumpur sebagaimana yang dialami umumnya petani. Kesan kumuh yang terpateri inilah yang membuat sektor pertanian terpinggirkan, tidak mendapatkan tempat di hati generasi muda.

Generasi masa kini yang milenial lebih fokus pada pekerjaan-pekerjaan bersih dengan penampilan kinclong memamerkan sisi gengsi hidup dengan pola zaman now di mana segala hal dapat dikendalikan melalui perangkat elektronik. Lapangan pekerjaan beraroma kampung dan berbau lumpur banyak ditinggalkan bahkan oleh putra-putri petani.

Produk pertaniannya seperti beras, sayuran dan buah-buahan sekarang lebih suka berdandan ayu di supermarket dan pasar swalayan sejenis tempat nongkrong anak-anak muda. Produk-produk bergengsi itupun sebagian besar merupakan produk impor, bukan asli produksi negeri sendiri. Sekali lagi, hal ini dikarenakan rendahnya gengsi profesi petani di negeri ini.

3. Sebentuk Ide
Melihat kenyataan buramnya gengsi lapangan kerja pertanian di mata anak muda, bolehlah kita mencoba berandai-andai. Menaikkan gengsi profesi petani di kalangan anak muda yang terlanjur gaul . Mereka terlanjur menyatu dengan segala hal yang berbau online, sampai berbelanja pun harus online.

Terasa ada ide yang menggelitik untuk mengasah kepekaan dan kepedulian generasi gadget terhadap bidang pertanian. Yaitu dengan kontrol digital terhadap lahan pertanian. Kalau rumah saja bisa dikendalikan melalui perangkat elektronik seperti telepon genggam, mengapa tidak? Lahan pertanianpun dapat dikendalikan dengan cara yang sama. 

Tinggal menyesuaikan program-programnya dengan kebutuhan-kebutuhan lahan sesuai dengan tanaman yang dibudidayakan di lahan tersebut. Hal ini akan jauh mengurangi resiko belepotan tanah dan sang petani muda pun masih bisa tampil gaya.

4. Pertanian Masa Depan
Ke depan, diharapkan kesediaan para petani milenial untuk mengisi negeri sendiri dengan produk-produk pertanian unggulan hasil karya anak muda. Semoga terwujud impian pertanian masa depan dengan segala kecanggihannya yang menjadi idola di negeri sendiri.

Petani-petani milenial tak perlu lagi turun ke sawah atau ladang, semuanya dikendalikan melalui perangkat elektronik dan digerakkan secara robotik sebagaimana sebuah kendaraan bermotor diproduksi di pabrik sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi anak muda. Kelak, lapangan kerja di bidang pertanian akan menjadi primadona baru bagi generasi muda. Profesi petani adalah profesi yang seksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun