Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gladiator Politik Hambalang

28 Mei 2012   03:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:41 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13381764112017457427

[caption id="attachment_184094" align="alignleft" width="300" caption="Reruntuhan Colosium atau Amphipheatrum Flavium, bukan Hambalang (Wikipedia)"][/caption]

Hambalang berarti ‘a great deal of violence’ atau setumpuk aksi kekerasan, terutama dalam referensi untuk film seni bela diri. Entah sengaja, entah kebetulan, Hambalang telah mengandung segala paralelisme atau kesesuaian dalamnya. Proyek Hambalang sedang bagai ‘amphipheater’ Romawi. Yang berbeda dan kabur adalah peran ‘gladiator’, promotor, hingga juri dan sanksi-sanksinya. Gila, karena tampak serba kebetulan, tapi, penuh makna. Demikian dua reruntuhan gedung dalam dua peradaban, modern (Hambalang) dan klasik (amphipheater).

Reruntuhan Amphipheater atau Colosium punya kisah. Bangsa Romawi percaya bahwa gladiator pertama adalah budak yang dilatih untuk bertempur hingga ajal menjemputnya ke pemakaman seorang bangsawan terhormat, Junius Brutus Pera, di 264 SM.Tontonan ini akan dilanjutkan oleh keturunannya, agar budak yang menjadi orang merdeka itu, menjadi kenangan kemerdekaan sejati dengan keringat dan darah, ya, pembebasan diri.

Kemudian hari, tontonan gladiator menjadi pementasan oleh orang kaya sebagai ‘promotor’  di arena dan menjadi panggung menampilkan kekuasaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat setempat.Propaganda menampilkan gladiator bertahan di Pompeii.Jumlah gladiator menjadi daya tarik utama: semakin banyak yang terlibat, semakin royal sang promotor, dan tontonan makin glamor.

Hebatnya, ada acara sumpah bagi sejumlah gladiator yang berasal dari orang merdeka sebelum bertempur.Sumpah ini berarti bahwa pemilik para gladiator mendapat sanksi hukum tertinggi atas kehidupan para gladiator, dari status merdeka menjadi budak, dan harus ditebus bila kalah.

****

Ketika Hambalang mulai ‘terkenal’ karena M Nasarudin ‘bernyanyi’ ke publik tentang Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan menjadi lonceng pertarungan para gladiator dimulai. Sulitnya, dalam arena Hambalang, promotor dan gladiator masih dapat berpindah peran. Dugaan penggelontoran dana politik agar Anas Urbaningrum terpilih jadi Ketua Umum Partai Demokrat, dapat menjadi alasan pertarungan merebut kemerdekaan politik, atau sebaliknya awal menjadi budak politik.

Hambalang itu gunung, bukit, atau bukit bergunung, itu juga kita simpan saja. Yang pasti, Bukit Hambalang ada di ring of fire, karena terletak di anatara Gunung Gede dan Gunung Galunggung. Menteri Olah-Raga yang lama, Adhyaksa Daud, membatasi bangunan di bukit Hambalang, dan menganggap Menteri Andi Mallarangeng melanggar peruntukkan bangunan di atas tanah labil, tak berlabel ‘layak bangun’. Ini hanya satu faktor, kemungkinan runtuhnya ‘arena’ sebelum pertarungan sesungguhnya dimulai. Aneh bin ajaib, di jaman modern.

Faktornya yang kemungkinan akan segera diungkap adalah S4, Sub-sub-sub-sub-kontrak: bahasa gladiatornya, budak yang satu mengontrak budak yang lain. Artinya, main kontraktor tinggal dengan gampang, lepas-tangan dan menunjuk “Sub-K” yang mana ‘dikehendakinya’ secara politik, untuk pertama bertanggung-jawab. Dalam hukum Indonesia, S4 pertama (atau utama) dipanggil, diproses dihukum dan menjadi tumbal untuk S3, S2, S1, atau Kontraktor Utama. Kalau Abraham Samad dan kawan-kawan yang sedang dipusingkan dengan arena korupsi Indonesia, ‘amphipheatrum’ Hambalang memanggil lebih cepat. Samad Cs, dilatih untuk membiasakan menahan penanggung-jawab utama, barulah menyusul ke S4, ya penanggung-jawab kacangan. Kalau tidak, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ‘stratanya’ tidak beda dengan para pendahulunya, hanya ke ‘S-3’, bawahannya sub-kontrak.

Aneh, kalau reruntuhan beberapa bangunan dalam proyek 'Amphipheater' Hambalang, tidak mengatakan apa pun tentang 'kekerasan' dan 'kekacauan' yang lahir di sana. Kekacauan hukum, politik dan sosial, kacaunya peradaban yang menyebut diri modern.

****

Di zaman Romawi Modern, ide gladiator bertempur sampai mati, dan amphipheater di mana ini bisa terjadi ditonton oleh penonton yang antusias, tinggal menjadi perlambang kehebatan Kekaisaran Romawi.Tapi, menuju kota Roma, ‘amphipheater’ adalah salah satu fitur peradaban dunia. Arena Hambalang dan Amphipheatur Romana, adalah bukan hanya perbedaan arsitektur, tapi hitam putih dua perbedaan watak, hukum dan moral.

Beberapa kaisar maverick dengan rasa humor yang menyimpang membuat pertarungan kelas atas Roma (dari kedua jenis kelamin) di arena.Tapi, selama mereka tidak menerima bayaran untuk partisipasi mereka, orang tersebut akan dibebaskan dari noda infamia, bermakna kecacatan hukum yang melekat pada lakon profesi buruk sebagai gladiator, aktor dan pelacur. Infamia dikenakan hanya kepada gladiator yang kalah sebagai sanksi.

Dalam pelbagai aspeknya, Romawi Kuno masih memberi kita cermin: arsitekturnya, hukum, sportifitasnya, dan sanksinya. Sejarah hanya mencatat satu skandal hukum seorang Kaisar Pilatus ketika harus “cuci tangan” atas seorang penting yang disebut berasal dari Nazaret.

Dalam kasus Hambalang, seorang tertinggi dan berkuasa penuh dan harusnya bertanggung-jawab, dapat mencuci tangannya. Hukuman gantung Monas adalah sanksi paling ringan dan penuh tipu daya, tapi infamia adalah sanksi sosial, hukum dan moral sekaligus. Petarung politik cuci-tangan adalah tindakan pengecut dan tak beradab. Hambalang dan Amphipheater, runtuhnya kejayaan kah? Wallahualam bissowab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun