Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andaikan Anies Katakan Ini Sebelum Ahok Didera Proses Hukum

6 April 2017   06:48 Diperbarui: 6 April 2017   14:30 2403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Kalideres Jakarta Barat Anies Baswedan diberitakan mengatakan "Rakyat (juga) bosan dengan fitnah-fitnah, apalagi fitnah yang pakai isu SARA. Berhentilah memfitnah pakai isu SARA," usai kampanye, Rabu (5/4/2017).

Kalau kita boleh berandai, Jika Anies mengucapkan pernyataan simpatik ini, yaitu pilkada (DKI) tanpa  isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) sejak awal, bukan tidak mungkin simpati publik kepada Anies akan luar biasa, termasuk dari saya pribadi. Tidak dapat disangkal, bahwa isu SARA pilkada DKI membuat pengap bukan hanya warga DKI, tapi warga negara dari Sabang hingga Merauke yang ikut ‘nimbrung’ di pelbagai media-sosial.

***

Meskipun bukan satu-satunya, tapi pemantik isu SARA pilkada rasa pilpres, dimulai sejak  skandal video unggahan Si Buni Yani (SBY) menyebar (baca:disebarkan).

Bersamaan dengan beredarnya video “kreasi” SBY itu, ‘berbalas-pantunlah’ presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang merasa harus melakukan konferensi pers ataupun pidato terkait video unggahan itu, di mana presiden ke-6 itu  menandaskan betapa ‘pentingnya’ penegakkan hukum, equality before the law, yang semuanya diarahkan kepada Basuki Tjahaya Purnama, Ahok. Pidato mantan presiden Susilo dianggap sementara pihak sebagai “pengantar aksi-aksi demo yang tuntutannya jelas: Ahok, penista agama harus dihukum dan di-wo-kan atau diberhentikan”, meski Ahok belum ditetapkan tersangka. ”

“Pertentangan-pertentangan pernyataan mantan presiden Susilo kemudian (dianggap berkontribusi) menjadi ‘bumerang’ di media sosial dan melorotnya elektabilitas pasangan Agus-Silvy yang sempat unggul pada permulaan pemunculannya’.

Video kreasi Si Buni Yani itu masih terasa hingga gerakan 313, yang tuntutannya, minta presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo memberhentikan Ahok sebagai gubernur DKI. Penangkapan Sekjen FUI M Al Kathathath oleh kepolisian dengan pasal “makar”, menjadikan tawar gerakan 313 dan ditetapkan tersangka.

Sebelum pilkada DKI putaran pertama, survei elektabilitas Ahok-Djarot sempat menyentuh titik terrendah dibanding Agus-Silvy maupun Anies-Sandi. Status “tersangka’ hingga ‘terdakwa’ seorang Ahok dianggap faktor utama jebloknya elektabilitas itu. Artinya, paslon Ahok-Djarot didera isu SARA hingga didera hukum karena pilkada puritan bermuatan SARA, hingga jelang putaran kedua, antara paslon 2 dan paslon 3, Ahok tetap berstatus-hukum terdakwa ‘pasal penistaan keyakinan’.

Kita tidak mendapat pernyataan lengkap  Anies, tetapi setidaknya pernyataan Anies itu adalah sebuah titik-balik (point of return) dari kecenderungan atau anggapan publik, bahwa, selama Ahok tetap terdakwa, semua isu SARA akan ‘terus-menerus dihembuskan’. Tapi, pernyataan Anies sedikit/banyak berdampak ‘perubahan hawa panas SARA’ pilkada DKI.

***

Pernyataan simpatik Anies ini muncul setelah “pilkada rasa pilpres bumbu SARA” sedang dalam anti-klimaks, spining off.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun