Mohon tunggu...
Berric Dondarrion
Berric Dondarrion Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

House Baratheon of Storm's End

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesat Berpikir Wimar Witoelar dengan Gallery of Rogues

20 Juni 2014   02:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:04 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sedang tidak mood menulis hari ini, namun heboh foto Gallery of Rogues yang dipasang oleh Wimar Witoelar via Twitter membuat saya menyusun artikel ini sebagai tanggapan. Gallery of Rogues adalah sebuah gambar yang menampilkan Prabowo dengan beberapa pendukungnya dan kemudian diinsinuasikan sedemikian rupa seolah mereka adalah kumpulan penjahat. Ini sebenarnya permainan persepsi lama, bahwa kubu Prabowo-Hatta adalah kumpulan penjahat sedangkan kubu Jokowi-JK adalah kumpulan orang baik.

Wimar Witoelar seseorang yang happy-go-lucky dengan pacarnya berusia sangat muda itu sehingga mereka berdua tampak seperti kakek dan cucu. Menurut saya karakter Wimar yang paling menonjol dapat dideskripsikan sebagai orang tipe "goody-two-shoes" atau "hollier-than-thou" atau "do-gooder," yaitu seseorang dengan obsesi untuk selalu berusaha terlihat seperti orang baik-baik dengan standar moral dan etika yang dipandang baik oleh masyarakat (righteous) namun secara berlebihan, contoh sikap ekstrim itu adalah mereka cenderung menilai orang lain baik atau buruk berdasarkan standar etika dan moral yang mereka miliki.

Berusaha menjadi orang baik memang bagus tapi bila kita mulai menghakimi orang lain dengan standar moral kita maka hal tersebut membuat perbuatan baik kita menjadi sia-sia. Karakter "hollier-than-thou" Wimar dapat dilihat dengan jelas dalam sebuah acara yang ditayangkan televisi Al-Jazeera dengan tema sosok Soeharto dan dihadiri oleh Wimar Witoelar, Emil Salim dan aktivis yang melakukan demo tahun 1998.

Dalam acara tersebut Emil Salim mengatakan bahwa Soeharto harus dinilai secara proporsional sebab dia memang telah melakukan banyak kesalahan akan tetapi jasanya kepada nusa dan bangsa masih sangat besar dibandingkan nilai kesalahan. Apa yang dikatakan oleh Emil Salim memang benar karena bila kita harus menilai seseorang, siapapun itu, maka kita harus melakukannya secara proporsional.

Namun Wimar dengan sifat "goodie-two-shoes"nya menolak proponen tersebut karena baginya seorang pemimpin tidak boleh ada kesalahan atau cacat sedikitpun, dan bukan itu saja Wimar juga menyerang Emil Salim dengan mengatakan bahwa orang seperti Emil Salim yang membela Soeharto ikut menanggung kesalahan Soeharto, dan Wimar juga berbohong ketika mengatakan dia tidak tahu terjadi "pembantaian komunis" karena pemerintah termasuk Emil Salim tidak memberitahu. Kenapa bohong? Karena ketika terjadi pembantaian komunis tahun 1965-1966 hampir semua masyarakat Indonesia mengetahuinya. Soekarno bahkan membuat tim khusus meneliti jumlah korban dan mengumumkan hasilnya kepada publik. Wimar tidak tahu? Jelas bohong.

Ada juga bagian ketika Wimar berbohong dengan mengatakan alasan Presiden Gus Dur dilengserkan adalah karena dia mencoba membawa Soeharto ke muka persidangan. Mengapa saya mengatakan Wimar bohong? Sebab Wimar adalah Juru Bicara Gus Dur ketika itu dan seharusnya dia tahu bahwa alasan Gus Dur turun adalah karena tidak bisa bekerja sama dengan DPR, serta tersandung kasus korupsi Brunei-Gate dan Bulog-Gate. Wimar berbohong karena sifat "goodie-two-shoes"nya tidak bisa membiarkan dia mengakui bahwa kematian jutaan komunis telah memberikan dia kesempatan membangun bisnis yang membuatnya kaya seperti hari ini dan bahwa dia telah menjadi juru bicara bagi presiden yang jatuh karena isu korupsi.

Transkrip acara di maksud bisa dilihat di http://www.perspektif.net/article/article.php?article_id=764

Wujud lain sifat "hollier-than-thou"nya Wimar Witoelar adalah beberapa minggu lalu dia membuat tweet yang berbunyi: "You are not entitled to your opinion. You are entitled to your informed opinion. No one is entitled to be ignorant." Walaupun tidak disebut tapi saya langsung tahu kalimat tersebut dikutip dari Harlan Ellison, sayangnya saya tidak bisa memberikan link ke tweet dimaksud karena sudah tenggelam dengan tweet baru yang dibuat Wimar Witoelar. Nah, siapa yang berhak menentukan opini mana yang "bodoh" atau "ignorant" dan "opini mana" yang dibuat berdasarkan informasi yang cukup/informed opinion alias opini yang "cerdas"? Dari perspektif pembuat tweet tentu dia, apa kualifikasinya? Hanya Wimar yang bisa memberitahu.

Jadi karakter "do goodies" atau "hollier-than-thou" dari Wimar Witoelar sesungguhnya bukan sebuah kepura-puraan, tapi memang dia menentukan nilai dari dirinya dari sikap tersebut, dan oleh karena itu saya yakin bagi Wimar posting Gallery of Rogues bukan sekedar kampanye hitam tapi dia sungguh-sungguh percaya bahwa kubu Prabowo-Hatta adalah koalisi para penjahat sedangkan koalisi Jokowi-JK yang dia dukung adalah koalisi orang baik. Siapa yang bisa menyalahkan Wimar berpikir demikian bukan? Di kubu Jokowi-JK ada Todung Mulya Lubis; Anies Baswedan; Goenawan Mohamad; Bambang Harymurti; Nono Anwar Makarim; Faisal Basri, dll yang semuanya memiliki reputasi bersih, walaupun dalam kehidupan nyata sebenarnya mereka tidak bersih-bersih amat.

Tapi masalahnya bagaimana dengan tokoh lain dalam kubu Jokowi-JK yang sudah jelas-jelas kotor, misalnya seperti:

a. Jokowi yang dinyatakan oleh LBH Jakarta; PBHI; dan Komnas HAM telah melanggar HAM warga Taman Burung Pluit? Atau menipu warga Jakarta? atau

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun