Mohon tunggu...
Berliani November
Berliani November Mohon Tunggu... Mahasiswa : komunikasi

Tak sekadar menulis, tapi mencoba memahami dunia lewat kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

VOC Bukan Negara Penjajah: Sejarah 350 Tahun yang Perlu Diluruskan

5 Agustus 2025   09:10 Diperbarui: 5 Agustus 2025   09:10 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal Belanda yang mewakili kekuatan dagang VOC di Asia.Sumber: Wikimedia Commons

KOMPASIANA,-- Selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia tumbuh dengan narasi bahwa negeri ini dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Namun, sebuah sudut pandang sejarah yang sering terlupakan mengungkapkan bahwa pihak pertama yang datang ke Nusantara bukanlah negara Belanda, melainkan sebuah perusahaan dagang bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).

VOC tiba di Indonesia bukan dengan membawa tentara atau senjata, melainkan dengan kapal dagang dan niat untuk membeli rempah-rempah. Mereka menawarkan sistem kerja yang membayar rakyat lokal dengan upah uang. Namun, sejarah mencatat bahwa awal yang tampak damai itu segera berubah kelam.

Korupsi Pejabat Lokal Jadi Pemicu Kekacauan

Dalam praktiknya, banyak pejabat lokal yang ditunjuk untuk mengelola pembayaran upah justru menyalahgunakan kepercayaan tersebut. Mereka menilep uang yang seharusnya diberikan kepada para pekerja. Akibatnya, para buruh yang telah bekerja keras justru tidak menerima bayaran yang layak, bahkan banyak di antara mereka kelaparan dan meninggal dunia.

Kondisi inilah yang menjadi benih-benih konflik antara rakyat dan VOC. Citra VOC mulai berubah dari pedagang menjadi penindas. Padahal, kekejaman yang dialamatkan kepada VOC sebagian besar dipicu oleh praktik korupsi pejabat lokal yang serakah.

Dari Dagang ke Dominasi: VOC Jadi Kekuatan Militer

Merasa sistem dagangnya tidak berjalan sebagaimana mestinya dan untuk menjaga keberlangsungan bisnis, VOC mulai mengerahkan kekuatan militer. Mereka membangun benteng, membentuk pasukan, dan mulai menekan rakyat serta kerajaan lokal. Perusahaan dagang ini perlahan menjelma menjadi kekuatan politik dan militer yang dominan di Nusantara.

VOC bahkan membentuk pusat administrasi di Batavia (kini Jakarta) dan mengendalikan perdagangan rempah secara monopoli. Praktik ini akhirnya membuat rakyat menderita, dan perlawanan pun muncul dari berbagai wilayah, termasuk dari Sultan Agung, Sultan Hasanuddin, dan Sultan Ageng Tirtayasa.

Sejarah yang Perlu Dikaji dari Dua Sisi

Pakar sejarah menyarankan agar masyarakat tidak hanya menerima satu versi sejarah. Narasi penjajahan 350 tahun oleh Belanda kerap menutup fakta bahwa penjajahan formal oleh negara Belanda baru dimulai setelah keruntuhan VOC pada tahun 1799. Sebelumnya, kendali atas wilayah Indonesia lebih banyak dilakukan oleh VOC sebagai entitas bisnis.

"Sejarah sering kali ditulis oleh pihak yang menang. Tapi kita punya tanggung jawab untuk melihatnya dari dua sisi," ungkap sejarawan Universitas Indonesia, Prof. Dr. A. Wirawan.

VOC Bangkrut, Tapi Warisan Penindasan Berlanjut

VOC akhirnya mengalami kebangkrutan pada akhir abad ke-18 karena korupsi internal, manajemen yang buruk, dan tekanan perlawanan lokal. Meski demikian, sistem monopoli, kontrol atas tanah, dan kekuasaan politik yang mereka bangun tetap dilanjutkan oleh pemerintah kolonial Belanda hingga kemerdekaan Indonesia.

Kaji Ulang Sejarah, Buka Wawasan Baru

Meluruskan sejarah bukan berarti membela penjajah, tetapi memahami bagaimana kekuasaan bekerja dan siapa saja aktor yang bermain di dalamnya. Dengan melihat lebih luas, masyarakat bisa belajar bahwa penjajahan bukan hanya datang dari luar, tapi juga bisa tumbuh dari dalam, melalui kolusi, korupsi, dan keserakahan para pemegang kekuasaan lokal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun