Mohon tunggu...
Berliana Dwi Indah Permatasari
Berliana Dwi Indah Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (20107030134)

Aku menikmati hidupku dan aku tahu Allah selalu bersamaku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

4 Mindset yang Mengubah Hidupku

22 Juni 2021   23:54 Diperbarui: 23 Juni 2021   00:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Halo semuanya!

Artikel kali ini aku akan berbicara tentang mindset yang membantuku berkembang sebagai manusia, pelajar, mahasiswa, orang yang berumur belasan dan juga awal 20-an tahun. Yang perlu dicatat ketika berbicara tentang mindset adalah bahwa mindset itu seringkali menjadi tools in a toolbox. Jadi kita pilih mindset, gunakan mindset yang relevan dengan kondisi saat ini dan bisa jadi dimasa depan mindset itu nggak kita butuhkan lagi bahkan kita bisa jadi mengambil stance mindset yang berbalik 180 derajat dan itu nggak masalah.

Karena mindset ini adalah tools in a toolbox gunakan sesuai dengan kebutuhan kita saat ini dan kalau misalnya nggak cocok atau nggak relevan lagi ya silahkan kita coba cara berpikir yang lain yang perlu dicatat juga mindset itu nggak ada yang absolut. Jadi emang harus sesuai sama kondisi kita saat ini dan juga sadari bahwa mindset ini adalah hanya cara berpikir yang membantu kita untuk semakin dekat ke gols dan juga aspirasi kita.

Mindset yang pertama adalah bahwa kehebatan adalah akumulasi dari hal-hal kecil. Dahulu aku menganggap bahwa untuk menjadi hebat itu kita harus punya satu momen besar. Misalnya, seperti mengangkat gunung tapi sekarang aku menyadari bahwa orang-orang yang hebat adalah orang-orang yang bisa melakukan hal-hal yang baik atau biasa aja, tapi dia bisa melakukan itu dengan konsisten dalam waktu yang lama dan juga berkelanjutan.

Jadi kalau misalnya kita mau berotot gitu kita nggak pergi ke gym seharian ngangkat 100 kilo terus dijatuhin dan nggak pernah ke gym lagi tapi kita ngangkat dari 10 kilo terus naik lagi 15 kilo 20 kilo dan kita melakukan itu over a period of time. Itulah yang membantu kita untuk menjadi hebat dan mulai berotot dan mulai terlihat lebih keren dan ganteng dari sebelumnya. Dalam buku Atomic Habits, dimana untuk membangun suatu habits itu bukan kita punya satu defining moment gitu tapi kita harus mencoba memikirkan perkembangan 1% setiap harinya.

Mindset berikutnya adalah bahwa 'privilege is a double edged-sword'. Ketika ngomongin privilege aku harus lebih hati-hati. Terimalah bahwa privilege itu nyata dan memang sangat tidak adil. Seringkali orang yang punya privilege tertentu misalnya orang tuanya yang bisa banding hobinya atau orang tuanya yang bisa menyekolahkannya di tempat ABC atau dia kebetulan terlahir di kota yang besar yang punya fasilitas ini itu seringkali hal-hal seperti itu menentukan orang yang awalnya ini sama bakal sukses atau nggak tergantung standar masyarakat.

Tapi Meskipun privilege nyata kalau aku sendiri seringkali misalnya melihat apa yang pengen aku lakukan, aku hanya menggunakan privilege itu sebagai alat-alat yang bisa membantu aku menentukan kira-kira aku memilih pertarungan yang seperti apa, kira-kira privilegeku dimana, privilege orang lain dimana. Supaya aku bisa tahu apa yang aku lakukan nanti itu bakal terbentuk sama privilege-privilege yang aku punya pada saat ini. Karena memang hidup itu nggak bakal bisa semua orang Superstar, terlalu banyak kompleksitas dan random event yang terjadi dalam hidup yang enggak memungkinkan semua orang itu terlahir dari sama-sama garis nol.

Jadi kita emang harus mencoba lihat secara strategis privilege kita itu ada di mana supaya kita bisa mempertimbangkan privilege itu sebagai salah satu pengali dalam persamaan yang bisa membantu kita untuk berhasil dalam apa yang kita lakukan. Privilege itu adalah double edged-sword artinya bahwa privilege seringkali relatif dan tergantung dengan cara kita melihatnya.

Misalnya tinggal di kota kecil. Bagi kebanyakan orang, kota kecil vs kota besar jelas kota kecil yang lebih under privilege. Dia nggak punya fasilitas ini itu, nggak punya mall, nggak punya konser-konser, nggak punya universitas-universitas ternama. Tapi kita juga bisa melihatnya bahwa tinggal di kota kecil ini adalah suatu privilege karena di kota kecil saking masih banyaknya yang kosong, bisnis belum begitu banyak yang berkembang, kita justru bisa melihatnya bahwa ini adalah salah satu peluang inovasi. Dan ini juga bisa menjadi privilege bagi kita karena kompetisi kita cenderung lebih sedikit.

Menurut buku di Unfair Advantages ada lima privilege yang bisa kita analisis dari hidup kita tapi privilege ini hanya bisa berlaku ketika kita sudah punya mindset yang benar. Pertama bahwa privilege itu seringkali relatif dan juga privilege bisa bagus dan bisa juga nggak tergantung kita melihatnya seperti apa dan juga tergantung kita bandingkan dirinya sama siapa.

Mindset berikutnya adalah pemahaman bahwa hidup itu berputar. Aku bertemu dengan mindset ini waktu itu sempet kayak drop banget dan aku merasa bahwa kesedihan aku ini bakal berkepanjangan. Tapi, ternyata yang aku rasakan adalah seiring berjalannya waktu hidup itu akan berputar sendiri selagi kita juga mau bantu memutar roda itu. Bisa jadi memang sekarang kita sedih tapi percayalah bahwa besok kita akan bahagia dan saat kita bahagia jangan kita langsung merasa bahwa hidup itu milik kita. Kita juga harus menyadari bahwa kesedihan itu bakal datang lagi nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun