Mohon tunggu...
Tryas Febrian
Tryas Febrian Mohon Tunggu... Programmer - Complex

I love your writing

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pesan untuk (Calon) Orang Tua

16 Februari 2023   17:18 Diperbarui: 16 Februari 2023   17:21 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Design by Tryas Febrian

Pesan ini mungkin akan membuat kamu bertanya-tanya sendiri dalam hati tanpa menemukan jawaban. Pesan ini aku ingin sampaikan untuk mengajak kamu berpikir ulang tentang sesuatu yang mungkin selama ini kamu anggap sebagai hukum alam. Pesan ini aku sampaikan untuk para ayah dan ibu, serta calon ayah dan ibu sebagai bahan refleksi tentang bagaimana kalian memandang anak. 

Anak sebagai Manusia?

Bagaimana jika aku mengganti kata "manusia" pada subjudul di atas dengan "Homo sapiens sapiens" mungkin  tidak perlu lagi ada perdebatan. Karena sudah jelas, keturunan yang dihasilkan dari parental nonhibrida sesama Homo sapiens sapiens pastilah satu spesies atau sama dengan induknya. Anak adalah homo sapiens sapiens. Tetapi apakah anak adalah manusia?

Aku ingin mencoba menempatkan kata "manusia" di sini dalam arti yang sama dengan kata "manusia" pada "hak asasi manusia". Apakah kita memberikan hak asasi manusia kepada anak? Dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM), disebutkan sederet hak dasar yang melekat dan tidak dapat dilepaskan dari manusia, nah salah satunya adalah "setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu". Karena manusia berhak atas 3 hal, yaitu (1) Kehidupan, (2) Kebebasan, dan (3) Keselamatan.

Aku akan mencoba untuk menyoroti hak butir (2). Pengamatanku selama ini, jauh lebih gampang bagi para orang tua untuk tidak membunuh anaknya (menjamin hak hidupnya) ketimbang membiarkan anaknya bebas (menjamin hak atas kebebasannya).

Anak bahkan tidak diberikan otonomi diri yang setara dengan manusia dewasa. Bermacam-macam kebebasan dari mulai menonton film porno hingga sekadar keluar saat malam, hanya karena dia adalah seorang anak. Pembatasan-pembatasan tersebut bukan tanpa alasan. Menurut para orang tua, anak belum siap secara mental untuk menonton film porno, sebab akan cenderung meniru. Lalu, bagaimana jika anak menonton tetapi tidak meniru (karena ia menonton bersama dengan orang tuanya dan ia mendapatkan penjelasan mengenai apa yang berada di dalam film tersebut)? Apakah anak masih harus dilarang menonton film porno?

Selain sebuah pembatasan yang dilakukan dalam bentuk larangan, ada pula pembatasan yang dilakukan dalam bentuk kewajiban. Kebebasan anak untuk memilih agama dan kepercayaannya sendiri. Berapa banyak dari tiap orang tua yang memberikan kebebasan tersebut kepada anaknya? Sebagian besar dari para orang tua mungkin mewajibkan anaknya memilih kepercayaan yang sama dengannya.

Alasannya cukup beragam. Beberapa orang tua mungkin merasa bertanggung jawab atas keimanan sang anak di akhirat, sebagian lagi mungkin merasa sang anak belum cukup rasional untuk memilih. Keduanya sama-sama aneh. Asumsikan sang anak beragama sama seperti orang tuanya, hingga suatu hari saat usianya 16 tahun ia menemukan kepercayaan lain.

Pasti orang tua tersebut akan histeris karena takut berdosa akibat 'kemurtadan' anaknya. Di sisi lain, sang anak pun histeris karena takut berdosa akibat tidak bertobat dari 'kemurtadan' di agama orang tuanya. Jika sudah seperti ini, siapa yang lebih berhak atas jiwa sang anak?

Sementara itu, terkait dengan alasan kedua bahwa anak belum cukup rasional untuk memilih. Aku rasa, apabila tidak ada ketakutan akan pertanggungjawaban orang tua di akhirat, tentulah orang tua akan memilih untuk membiarkan anak tumbuh tanpa pilihan iman hingga ia cukup rasional untuk memilihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun