Rumah di Lampung dulu itu memang dekat sekali dengan jalan raya utama. Meski posisinya 3 rumah setelah jalan raya itu, tapi hitungannya ya tetap dekat jalan raya....
Sementara bagian belakang hanya dibatasi oleh pintu kecil dan semacam selokan. Lalu seterusnya ada beberapa rumah dan langsung menuju arah pasar.
Selain itu, di sekitar rumah juga terkenal tempat ngumpulnya para cakil alias preman jalanan. Mereka sering minta minta uang kepada para pedagang yang ada atau oplet (angkot) yang lewat.
Jadi, memang rada serem juga.
Saya kecil sempat berpikir, ini kalau ada maling, enak banget.
Masuk dari depan, keluar dari belakang.
Apalagi sejak rumah hanya dihuni ibu dan seorang mbak kos. Kepala malah jadi kuatir terjadi beneran dari apa yang saya pernah pikir masa kecil itu.
Tapi, Puji Tuhan... Hingga ibu meninggal dan rumah itu hanya dihuni oleh yang kos, sebelum dirubuhkan, nggak pernah ada kejadian seperti itu.
Kalau didatangi penipu atau tamu yang bisa dibilang nggak tahu diri sih beberapa kali.
Entah kenapa mereka pasti nggak akan bisa lama-lama di rumah itu. Bahkan pernah lihat sendiri, baru juga datang sudah nggak tenang dan seperti buru-buru saja.
Rumah saya ada "sesuatu"?
Belum pernah ada ngasih cerita sih termasuk teman bapak alm yang katanya bisa lihat gitu-gitu.
Saya pikir, itu karena penghuni di dalamnya.
Bapak, ibu, mbak-mbak kos sangat menjaga banyak hal baik di rumah itu. Jika ada gejolak, segera diselesaikan.
Nggak kelamaan apalagi dendam.
Sebisa mungkin kehangatan dan kenyamanan itu tetap terjaga.
Mungkin karena itu maka auranya tetap terjaga walau  akhirnya bangunan itu harus menyerah juga pada kepentingan zaman.
Nilai-nilai baik yang sempat tertanam di sana kini menjadi bagian dari hidup mantan penghuni yang pernah tinggal di sana...
#katanjar #anj2021