Si mbak berkeluh kesah, kangen banget sama anaknya di kampung.
Sudah 2 tahun berarti dia nggak pulang dan ketemu anaknya itu.
Syukur, teknologi bisa digunakan untuk sekadar menyapa dan melihat anaknya via HP.
Tapi, rindunya itu tidak bisa langsung teratasi.
Apalagi si anak sedang menjelang remaja. Ada banyak hal harus disiapkan juga.
Seorang kenalan baik, ayahandanya meninggal dunia pas di minggu ada pengetatan lagi tahun lalu. Banyak kerabatnya meminta dia untuk segera terbang ke kampung halaman. Mumpung belum dikuburkan.
Sempat galau sempat berakhirnya pengetatan saat itu dua hari ke depan. Meski dijanjikan akan dibantu supaya bisa dibantu agar mendapat tiket dan masuk ke bandara, dia tidak segera memutuskan.
Hari pengetatan akan berakhir dua hari setelah ayahandanya meninggal itu. Demi kedatangannya, orang di kampungnya bersedia menunda penguburan hingga esok harinya.
Tapi, akhirnya si kenalan meminta supaya penguburan ayahnya tetap dilaksanakan esok paginya.
Tanpa harus menunggu kedatangannya.
Selain soal tidak berani memberi kepastian apakah bisa tepat datang atau tidak, dia juga taat aturan yang sudah dibuat.
Dirinya sendiri sehat.
Rajin tes pula. Dalam keyakinannya, dia percaya akan dilindungi juga. Demikian juga keluarganya di kampung.
Tapi, dia juga harus memikirkan orang lain bahkan di luar keluarganya. Termasuk ketika dia nanti kembali ke Bandung.
Si mbak itu mencintai anaknya.
Si rekan juga mencintai ayahanda walau tidak menyertai saat tiada.
Mereka juga mencintai orang-orang sekitarnya.
Cara mereka mencintai adalah menahan rindu dan kehendak bertemu. Bahkan dalam kondisi yang paling sedih sekali pun.
Demikian juga cara saya mencintai Anda dan dia....
Semoga cara mencintai yang tidak biasa ini, bisa menebarkan cinta kepada semua orang terutama bagi mereka yang sedang berjuang untuk memulihkan semesta dari pandemi ini.
#katanjar #anj2021