Solusi harus dicari bersama. LMKN perlu menghadirkan mekanisme tarif yang adil dan proporsional, misalnya memberikan insentif kepada pelaku UMKM atau kafe kecil. Pemerintah daerah bisa turut memberikan subsidi royalti sebagai bagian dari dukungan sektor kreatif dan pariwisata.
Sementara itu, asosiasi kafe dan restoran bisa bergabung membentuk konsorsium pengguna lagu untuk negosiasi kolektif---agar tarif lebih masuk akal dan administrasi lebih mudah.
Lebih jauh, sudah saatnya Indonesia memiliki platform musik lokal berbasis lisensi terbuka, yang bisa dipakai pelaku usaha tanpa proses berbelit. Ini sekaligus akan mendukung musisi independen tanah air.
Suara yang Harus Didengar
Kafe bukan hanya tentang kopi dan meja kayu. Ia adalah ruang pertemuan sosial yang seharusnya memanjakan indera, termasuk telinga. Namun ketika urusan royalti mengubah suasana jadi kaku, kita perlu bertanya ulang: apakah sistem yang kita bangun sudah cukup berpihak pada semua pihak?
Apakah kita ingin musik terus hidup di ruang-ruang publik? Atau justru memilih diam karena hukum terlalu kaku?
Karena pada akhirnya, bukan hanya pemilik kafe yang dirugikan, tapi juga kita semua---yang rindu duduk di pojok kafe sambil menikmati lagu favorit, tanpa takut digugat atau dituntut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI