Di tengah tantangan global yang kian kompleks---dari krisis energi, geopolitik yang memanas, hingga tekanan fiskal dalam negeri---pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Salah satu langkah strategis yang kini diperkuat adalah pembiayaan investasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun bukan sekadar pembiayaan biasa, melainkan investasi negara yang diarahkan secara presisi, cerdas, dan penuh pertimbangan jangka panjang.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kini memfokuskan pembiayaan investasi kepada entitas strategis seperti BUMN, Badan Layanan Umum (BLU), badan usaha milik negara non-kementerian, organisasi/lembaga internasional, serta melalui inovasi skema investasi lainnya. Tujuan utamanya adalah meningkatkan efektivitas penyertaan modal negara (PMN), menjaga kesehatan fiskal, dan memastikan bahwa setiap rupiah APBN benar-benar berdampak bagi rakyat.
PMN Bukan Lagi Sekadar Suntikan Modal
Sudah lama masyarakat beranggapan bahwa PMN adalah bentuk 'bailout' atau penyelamatan semata. Kini paradigma itu telah bergeser. Pemerintah hanya mengucurkan PMN kepada BUMN yang terbukti memiliki misi pembangunan dan perencanaan bisnis yang matang.
Misalnya, PMN digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang membuka konektivitas antarwilayah, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan jaringan listrik di wilayah tertinggal. Dalam konteks ini, PMN bukan hanya soal hitung-hitungan neraca keuangan, tetapi strategi untuk menjangkau yang tak terjangkau---wilayah 3T, layanan dasar, dan akses ekonomi baru bagi masyarakat luas.
Tapi di sisi lain, efektivitas PMN menjadi garis pertahanan pertama fiskal. Setiap kucuran dana harus dikaji dari sisi pengembalian, baik dalam bentuk dividen, dampak ekonomi, maupun pengurangan beban sosial negara di masa depan. Ini adalah bentuk kehati-hatian fiskal yang penting dijaga.
BLU: Agen Layanan yang Kini Jadi Motor Inovasi
Selain BUMN, pemerintah juga menaruh perhatian besar pada Badan Layanan Umum (BLU) sebagai motor pelayanan publik berbasis kinerja. Di sektor kesehatan, pendidikan, hingga pengelolaan dana haji, BLU telah terbukti mampu mengelola anggaran secara lebih fleksibel namun akuntabel.
Kini, peran BLU tak hanya sebagai pelaksana layanan teknis pemerintah, tetapi juga sebagai agent of development---mengembangkan inovasi, efisiensi layanan, hingga mendorong kolaborasi publik-swasta. Dalam beberapa kasus, BLU bahkan mampu menambah penerimaan negara secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu contoh nyata adalah bagaimana BLU pendidikan tinggi kini bisa menghasilkan pendapatan sendiri melalui kerja sama penelitian, pelatihan profesional, atau unit bisnis kampus yang sehat. Kemandirian ini tidak hanya mengurangi beban negara, tetapi juga meningkatkan kualitas pendidikan nasional.