Tak hanya tarawih, tradisi melewati bulan puasa berbeda antara IPDN dengan kampungnya. "Yang bikin kangen pengen pulang kampung suasana tanpa sinyal. Juga membangun menara bambu sekitar 10 meter sampai 15 meter untuk membangunkan orang sahur. Nanti menara itu juga dilombakan dan dinilai," kata Dedy yang harus menempuh waktu 2-3 hari untuk sampai kampung halamannya dari Bandung.
Dedy juga ingin segera kembali kampung halamannya lantaran masalah makanan. "Kalau di kesatriaan kan makanannya kurang variasi dan kita harus terima yang disediakan. Kalau di rumah bisa minta sesuai keinginan kita ke orangtua," senyum Dedy.
Suasana Toleransi
"Kami berusaha menciptakan suasana buka puasa yang lebih santai, tidak terlalu formal seperti waktu makan biasanya," jelas Aris.
Selain itu, para praja juga dilibatkan dalam acara bakti sosial dengan memberikan bantuan dan santunan ke yayasan yatim piatu dan dhuafa Mutiara Bani Solihin, Panti Asuhan Riyadthul Jannah, dan Yayasan Lemorai Timor. "Santunan berupa dana tunai, bantuan peralatan sekolah, sembako dan lainnya. Program ini mendapat arahan dari Kepala Bagian Pengasuhan bapak Syamsu Khoirudin, SSTP, M.Si," imbuh Aris yang juga mantan praja IPDN.
Diakui Aris, pendekatan relijius ini sangat efektif untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan welas asih. Tak hanya saat bulan puasa, praja non-muslim membantu kegiatan Ramadhan. Saat perayaan Natal, praja muslim juga ikut serta membantu para praja Nasrani.
Malam makin larut. Usai tarawih semua praja harus mengikuti apel malam. Tampak wajah-wajah bahagia karena sebentar lagi mereka bisa bertemu orangtua mereka di kampung halaman.
^_^
Ramadhan 1439 H