Puluhan orang Keturunan Jawa yang tersebar di Suriname, Belanda dan Singapura menapaki agungnya Keraton Solo pada hari Selasa 10 Juni 2025. Acara ini merupakan rangkaian dari Kongres Diaspora Jawa Internasional/Global Javanese Diaspora ke-6 yang diselenggarakan di Solo dan Jogja dari tanggal 10-14 Juni 2025.
Dengan langkah malu-malu satu demi satu diaspora Jawa dunia ini memasuki kawasan Keraton melalui Kori Kamandungan, puluhan warga dan pengunjung yang berada di sekitar kawasan Keraton awalnya mengira mereka hanya wisatawan lokal biasa karena para Diaspora ini menggunakan bahasa Jawa, begitu mendengar rombongan ini adalah keturunan Jawa dari luar negeri sontak khalayak ramai mengajak berfoto dan mengobrol bertukar pengalaman "Kabeh Konco Kabeh Sedulur" (semua teman semua saudara) begitulah kata-kata yang terucap anatara Diaspora Jawa Internasional dengan penduduk Jawa lokal.
Rombongan kemudian beranjak menuju dalam Keraton untuk menuju Sasana Handrawina Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, decak kagum melihat bangunan kerajaan terpancar dari wajah "iki to omahe Raja, aku seneng banget wong Jawa ijek nduwe Raja" (ini rumah Raja, saya sangat senang orang Jawa masih mempunyai Raja) ungkap Kamsyah Kadar salah seorang keturunan Jawa dari Belanda.
Disambut GKR Wandansari (Gusti Moeng) dan GKR Ayu dan jajaran kerabat ndalem Keraton Kasunanan, Diaspora Jawa Internasional yang dipimpin oleh Jakiem Asmowidjojo co-founder Global Javanese Diaspora dan Ine WawoRuntu selaku ketua panitia Kongres Diaspora Jawa Internasional ke-enam, merasa sangat terhormat bisa bertemu langsung dengan keluarga kerajaan yang mana mereka tidak begitu mengenal eksistensi kerajaan di tanah Jawa , Dalam pembukaan Gusti Moeng menyampaikan "Keraton Kasunanan sebagai pewaris Kerajaan Mataram Islam adalah pusat dari kebudayaan dan kehidupan masyarakat Jawa, sudah sepantasnya kita semua sebagai bangsa Jawa di manapun berada harus merasa bangga karena sampai hari ini Keraton Kasunanan masih tetap berdiri kokoh dan menjaga nilai luhur budaya Jawa". lebih lanjut Gusti Moeng juga mengungkapkan rasa gembira Keraton Kasunanan bisa menerima kedatangan bangsa Jawa dari manca negara yang dipisahkan sejarah dan jarak.
Acara dilanjutkan dengan workshop tentang wilujengan atau kenduren atau slametan yang dipandu oleh KP. Budayaningrat, hal ini menjadi penting karena kehidupan bangsa Jawa dimanapun berada tak lepas dari slametan, mengingat juga di Suriname maupun Belanda komunitas Jawa masih melakukan tradisi slametan namun dengan cara dan ubo rampe(perlengkapan) yang berbeda dengan tradisi atau pakem dari Keraton.Â
Rombongan Diaspora Jawa kemudian dipandu oleh GKR Ayu dan BRAy Arum, diajak untuk melihat sekaligus terlibat langsung dalam praktek pembuatan jamu yang diramu oleh tangan-tangan terampil dari abdi dalem Keraton Kasunanan, GKR Ayu dan BRAy Arum menerangkan satu demi satu nama-nama bahan yang digunakan, cara untuk meracik serta khasiat-khasiatnya. Didominasi oleh para perempuan rombongan Diaspora begitu penasaran dan antusias karena mereka jarang sekali membuat jamu di negara asal mereka, selain karena keterbatasan bahan mereka juga terkendala ilmu yang diturunkan dari leluhur mereka kurang begitu gamblang.
Dalam satu kesempatan Jakiem Asmowidjojo mengatakan "acara ini begitu penting karena komunitas diaspora Jawa ini hampir tidak pernah mengenal Raja, hari ini kami semua berada di Keraton dan kami sangat bangga". GKR Ayu menambahkan "pengetahuan tentang  wilujengan dan jamu ini begitu penting perannya, selain untuk pangan dan kesehatan ada warisan agung leluhur kita yang harus kita jaga bersama-sama". Acara siang itu ditutup dengan berfoto bersama kerabat dalem dangan seluruh Diaspora Jawa yang datang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI