Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Guru - GURU

Writing is a call to serve others and love God. Because everything I have comes from God

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Hoaks sebagai Ekspresi Kebebasan yang Kebablasan

3 November 2019   17:06 Diperbarui: 4 November 2019   01:08 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bersuara keras. (sumber: pixabay)

Kebebasan adalah kerinduan setiap manusia. Kerinduan akan kebebasan melahirkan pencarian. Dalam filsafat pencarian akan makna kebebasan tidak mengenal kata selesai karena refleksi atasnya terus berkembang. 

Dalam pencarian itu berbagai pertanyaan pun muncul, di manakah kebebasan itu  ditemukan? Dari manakah asal kebebasan itu? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini lahir dari kenyataan bahwa secara alamiah manusia selalu ingin bebas.

Kebebasan tidak pernah lepas dari manusia. Hanya manusialah yang menyadari dan mampu merefleksikan kebebasannya. Oleh karena itu kebebasan adalah bagian dari realitas manusia.

Namun kebebasan bukanlah konsep yang sudah pasti. Kebebasan sering menjadi persoalan ketika dikonfrontasikan dengan etika, terutama pertanyaan tentang tanggungjawab. Sebab dengan kebebasannya manusia dapat memilih, yang baik atau jahat.

Hoaks (berita bohong) adalah salah satu persoalan krusial masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi. 

Tidak sedikit orang menyebarkan berita bohong untuk menjatuhkan orang lain yang dianggap saingan dalam perebutan kekuasaan, ekonomi, sosial dan berbagai kepentingan lainnya. Tujuannya ialah menciptakan stereotip negatif berupa rasa benci, tidak percaya, marah, dan yang serupa dengan itu.

Baruch Spinoza adalah satu dari sekian banyak filosof mengulas tentang kebebasan manusia. Menurut Spinoza manusia yang bebas adalah manusia yang berusaha hidup menurut tuntunan akal budinya. 

Akal budi memiliki peran penting bagi setiap manusia. Sebab dengan akal budinya manusia berusaha menyadari setiap kenyataan yang dialaminya dan berusaha memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang dirinya.

Dengan memahami dirnya ia akan berusaha memahami lingkungan, sesama dan akhirnya mengenal tujuan akhir dari hidupnya yakni Allah. Inilah kebebasan manusia, mengenal dan mencintai Tuhan.

Manusia yang Bebas menurut Baruch Spinoza    

Pertama, hidup menurut tuntunan akal budi. Spinoza mengatakan bahwa manusia yang bebas adalah manusia yang hidup menutut tuntunan akal budinya. 

Manusia yang hidup menurut akal budinya mengambil bagian dalam ide-ide Tuhan yakni ide-ide yang baik dan benar. Dengan memiliki ide-ide Tuhan ini manusia selalu memperhitungkan kebaikan sesamanya dalam setiap tindakannya.

Dari pemahaman ini, hoaks dapat disebut sebagai tindakan manusia yang hanya mengikuti hawa nafsunya. Hoaks adalah sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan. Pertanyaannya ialah bagaimana menjelaskan fakta bahwa yang menyebarkan hoaks adalah orang-orang yang berpendidikan?

Terhadap pertanyaan semacam ini, Spinoza mengatakan bahwa mereka belum sungguh-sungguh hidup menurut tuntunan akal budinya. Mereka digerakkan oleh hawa nafsunya karena tidak hidup menurut ide-ide Tuhan. 

Indikasi bahwa manusia hidup menurut tuntunan akal budinya ialah kesejahteraan bersama terjamin. Mengapa? Karena akal budi selalu mendorong setiap manusia untuk melakukan yang terbaik demi kebahagiaan. 

Dalam kehidupan bersama akal budi mengarahkan manusia agar mematuhi hukum, menghargai hak-hak asasi manusia, berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

sumber gambar: sukoharjonews.com
sumber gambar: sukoharjonews.com
Kedua, seni mengontrol diri. Kebebasan adalah seni, lebih tepatnya seni mengontrol diri. Sebagai sebuah seni, kebebasan itu berciri otonom artinya selalu terarah kepada kebaikan orang lain dan mempertahankan esksistensinya sebagai manusia.

Di tengah maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, pemikiran Spinoza patut diperhitungkan. Manusia yang sering mengandalkan dorongan perasaan untuk menguasai orang lain sering kali membawa kehancuran. Orang tidak bisa menggunakan akal budinya dengan baik dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.

Hoaks adalah indikasi manusia yang hidup menurut hawa nafsunya atau tidak hidup menurut tuntunan akal budi sebab di dalamnya, orang hanya mengejar kepentingan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. 

Dengan kata lain ia berjuang untuk kepuasan pribadi dan kelompoknya dan mengorbankan orang lain. Ajakan Spinoza di sini ialah agar orang mampu mengendalikan dirinya dan menjadi berkat bukan bahaya bagi orang lain.

Ketiga, kebebasan sebagai relasi. Manusia adalah mahkluk relasional. Konsep kebebasan menurut Spinoza menekankan relasi. Bahwa dengan kebebasannya, manusia memperlakukan sesamanya sebagai aku-kamu dan bukan aku-soliter. 

Persis aku soliter inilah yang terjadi dalam hoaks. Orang memperlakukan orang lain bukan lagi sebagai sahabat tetapi sebagai objek kepentingan yang bahkan bisa diperlakukan sewenang-wenang. 

Hal mendasar yang selalu ditekankan oleh Spinoza adalah ekspresi kebebasan manusia tidak boleh mengganggu kesejahteraan bersama atau tidak boleh merugikan orang lain. 

Ia mengungkapkan bahwa eskpresi kebebasan manusia mempunyai peluang mengganggu perjalanan negara apabila setiap orang memikirkan hanya kepentingannya sendiri. 

Karena itu para warga negara harus menggunakan akal budinya untuk mendeterminasi diri, menentukan mana yang terbaik demi kebahagiaan banyak orang.

Orang yang hidup menurut tuntunan akal budinya pasti mencari solusi yang terbaik tanpa merugikan siapapun. Mereka pasti berjuang mengejar kepentingan bersama dan menghargai siapa saja walaupun memiliki pandangan berbeda tentang suatu persoalan. Akan tetapi hidup di bawah perasaan malahan menghancurkan keberadaan mereka sebagai mahkluk rasional.

Apakah Hoaks bisa Hilang?

 Dari pengamatan saya, hoaks sulit hilang jika, pertama, kepentingan pribadi dan golongan masih kuat. Kepentingan pribadi dan golongan sering menjadi alasan penyebaran hoaks. Di sini peran agama dibutuhkan. Ketika nilai-nilai agama ditanam dengan baik, maka hoaks bisa berhenti.

Kedua, literasi teknologi yang kurang. Kurangnya minat baca menjadi alasan lain yang patut diperhitungkan dan dicarikan solusi. 

Orang yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang suatu berita, dapat dengan mudah menyebarkannya kepada orang lain tanpa tahu isi berita. Maka pemikiran Spinoza, yang mengatakan bahwa orang harus menjamin kesejahteraan bersama, sangat dibutuhkan.

Sumber Rujukan:

  • Tjahjad, Simon. P. Pertualangan Intelektual: Konfrontasi dengan Para Filosof dari Zaman Yunani hingga Modern, Yogyakarta: Kanisius, 2004.
  • Spinoza, Benedict de. Etics, dalam Laurensius Gafur, Konsep kebebasan menurut Baruch Spinoza dalam perspektif Filsafat Politik, skripsi, 2012.
  • Ewing, A. C. Persoalan-Persoalan Mendasar Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun