Mohon tunggu...
Ben Sadhana
Ben Sadhana Mohon Tunggu... Pengecer Kata -

Penikmat malam yang selalu merindukan pagi IG : @ben_sadhana Twitter : @BenSadhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rapsodi Cintaku

24 Juli 2018   12:40 Diperbarui: 24 Juli 2018   13:10 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baskoro namanya, dia cinta pertamaku dan satu-satunya. Perasaan yang kupendam hingga usiaku yang bahkan sudah bersiap menyambut kepala empat. Apakah ia merasakan rasaku, entahlah. Sebab di dalam hari-harinya, hatinya dipenuhi nama Sekar, perawan anak Pak Dukuh desa kami -- Perempuan yang telah mengirimnya ke pulau Borneo, akibat rasa patah hati yang mendalam ketika akhirnya Sekar menerima pinangan Bandrio putra Kepala Desa.

Kini pria yang telah lebih sepuluh tahun tanpa pernah kudengar kabarnya itu berada di hadapanku, sedang bersimpuh di sisi ranjang kayu tempat ibunya terbaring lemah. Sangat berbeda penampilannya ketika terakhir kulihat dia saat pamit hendak keberangkatannya ke Borneo. Rambut ikalnya yang dibiarkannya memanjang tidak tersisir rapi, dengan pipi tirus serta kulitnya yang menghitam kini.

"Sudah lama ibuku sakit seperti ini ?" lirih katanya dengan tetap bersimpuh mengelus kening ibunya, tanpa memaling ke arahku. Kalimat pertama kudengar darinya, suara berwibawa yang tidak pernah berubah.

"Sejak dua tahun lalu."

"Kenapa?"

"Terserempet bus sepulang ambil uang pensiun bapakmu di kantor pos." Kulihat pundak bidangnya terguncang, sebuah senggukan dan isak tertahan meruntuhkan ketegarannya.

"Terimakasih sudah mau merawat ibuku."

"Sama-sama. Kurawat ibu sebisaku, di sela sesekali kutinggal ke ladang." Kutumpangkan tanganku di pundaknya, sekedar untuk meredakan kepiluannya. Kubiarkan Baskoro melampiaskan kangen kepada ibunya, sementara aku beranjak ke dapur hendak memasak untuk makan siang.

Sementara di dapur girang dan gelisah menghampiri, melingkupi pikiranku. Girang karena Baskoro kini sudah kembali, juga gelisah karena pertanyaan batinku akankah Baskoro hanya sekedar menengok ibunya dan segera pergi lagi membawa serta ibunya ke Borneo, menjauh dariku lagi ? Pertanyaan yang merisaukan itu berseliweran memenuhi benakku.

"Makan sudah kusiapkan, barangkali kamu sudah mau makan." Kataku.

"Sebentar dulu," sahut Baskoro sambil terus memandangi ibunya, dengan tanpa menoleh kepadaku -- "Ibuku lancar mau makan ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun