Mohon tunggu...
I Made Sarjana
I Made Sarjana Mohon Tunggu... Petani - Orang desa penjelajah nusantara

Petani bekerja dengan hati, nyambi jadi peneliti untuk kemajuan negeri

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Kopi Mengani: Produk Desa, Cita Rasa Pilihan Istana

29 November 2021   07:10 Diperbarui: 29 November 2021   07:13 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejak berdiri Subak Giri Merta Yoga, Petani Mengani menanam padi di sawah/dokpri

Kopi Mengani, kini cukup dikenal dikancah nasional dan Provinsi Bali. Sejak diboyong ke Istana Negara 17 Agustus 2017 silam oleh Kepala Staff Kepresidenan Teten Masduki kala itu, banyak penikmat kopi arabika Kintamani penasaran dengan Kopi Arabika Kintamani yang dihasilkan di Desa Mengani. 

Kopi Mengani memang produk masyarakan desa punya cita rasa pilihan orang istana, hehe. Terbukti, hampir setiap saat ada permintaan khusus mana Kopi Mengani oleh pengusaha kedai kopi atau bartender. Kondisi ini membuktikan Kopi Mengani sudah memiliki brand yang kuat dikalangan penikmat kopi.

Di tengah menguatnya brand Kopi Mengani ada situasi ironi di kalangan petani kopi setempat. Kendati petani kopi di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali menjadi bagian dari masyarakat pendukung indikasi geografis (MPIG) kopi arabika Kintamani ternyata antusiasme petani menanam kopi lesu. Kondisi ini dikarenakan petani setempat memiliki pilahan membudidayakan komoditas lain yang lebih menguntungkan secara ekonomis ketimbang kopi arabika.

Secara geografis Desa Mengani yang berlokasi tepat diperbatasan Kabupaten Bangli dan Kabupaten Badung. 

Desa Mengani merupakan sebuah desa kecil dan terpencil di kawasan Bali Tengah, dan pada era pemerintahan orde baru awal tahun 1990-an tergolong desa tertinggal dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Maklum kala itu, petani di Desa Mengani hanya dapat mengusahakan beberapa komoditas pertanian lahan kerng, seperti kopi, pisang, ketala, tembakau maupun padi gogo. 

Jika dipelajari berdasarkan empat syarat dasar pembangunan pertanian di mana mencetak petani maju harus memiliki empat modal dasar yakni tanah, air, pendidikan dan kesehatan. 

Hingga awal tahun 1990-an, petani Mengani hanya punya dua modal tanah dan kesehatan. Artinya petani hanya menggunakan kekuatan otot untuk mengolah tanahnya untuk menghasilkan komoditas pertanian yang dikonsumsi sendiri ataupun dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Nilai tukar produk pertanian, pendapatan petani pun tidak seberapa sehingga sebagian besar petani Mengani terjebak pada lingkaran setan kemiskinan di masa orde baru.

Predikat "desa tertinggal" yang disematkan bagi Desa Mengani ternyata memantik rasa "jengah" bagi tetua desa setempat. Jengah yang dimaksud tokoh masyarakat desa setempat merasa malu "dibully" sebagai masyarakat dari desa tertinggal kala itu, dan mereka termotivasi untuk bangkit memiliki taraf hidup setara dengan masyarakat dari desa lain yang tidak tergolong desa tertinggal. 

Sekitar tahun 1992 atau 1993, sejumlah tokoh Desa Mengani pun mulai membangun mimpi memiliki air irigasi untuk mencetak sawah dan pertengahan tahun 1995 mimpi itu menjadi nyata dengan diresmikan Subak Giri Merta Yoga Desa Mengani. Cerita kegigihan petani Mengani membangun subak bisa dibaca pada buku "Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi" yang disunting Prof. Dr. Ir. I Gde Pitana, M.Sc. dan Dr. I Gede Setiawan Adi Putra, SP.,M.Si. (2005).

Jeruk Kintamani, menjadi komoditas yang ditumpangsarikan dengan kopi arabika/dokpri
Jeruk Kintamani, menjadi komoditas yang ditumpangsarikan dengan kopi arabika/dokpri
Konsekuensi dari mengalirnya air irigasi---air yang mengalir pada tiga sungai kecil-kecil di Kawasan Kintamani Barat dibangun bendunggan tradisional dan dialirkan terowongan sepanjang 7,2 Km menuju Desa Mengani yang selanjutnya didistribusikan melalui kanal-kanal terbuka menuju sawah petani---.petani memiliki tambahan modal selain tanah dan kesehatan, sejak pertengahan 1995 punya air irigasi. Kondisi ini merubah wajah Desa Mengani yang tadinya kering kerontang pada musim kemarau,  kini hijau royo-royo sepanjang tahun. 

Petani tidak hanya tergantung pada komoditas pertanian lahan kering semata, mereka bisa menanam padi di sawah dan juga tanaman hortikultura. Petani yang juga peternak sapi dan babi, bisa menjalankan dengan baik dengan produktivitas tinggi. Kesejahteraan keluarga lambat laun meningkat, sehingga bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang SMP,SMA, serta perguruan tinggi.

Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan tahun 1990-an hanya satu dua orang melanjutkan SMA dan Perguruan Tinggi yang mengandalkan tekad kuat orang tua dan kesiapan anak untuk menempuh pendidikan ke wilayah perkotaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun