Mohon tunggu...
Suastana Gusti
Suastana Gusti Mohon Tunggu... -

Sebelum Bertindak Pastikan Tidak Merugikan dan Menyakiti Makhluk Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rumitnya Kasus Radio Era Baru Batam - Rezim Komunis Tiongkok Menentang Radio Pemberitaan Fakta di RRT

10 Oktober 2012   00:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:00 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gatot Machali mencoba untuk menghentikan pihak berwenang yang hendak menyita peralatan studio Radio Era Baru pada 2010 lalu. Di bawah tekanan dari rezim komunis Tiongkok, Pemerintah Indonesia telah menekan Radio Era Baru, sebuah stasiun radio di Batam, yang akhirnya baru saja memenangkan kasus mereka di Mahkamah Agung. (ERA BARU) Sebuah stasiun radio kecil di Batam, Indonesia, telah bertahun-tahun melakukan perjuangan dalam upaya pemberedelan atas intervensi rezim komunis Tiongkok. Meskipun Mahkamah Agung Republik Indonesia baru-baru ini telah memutuskan kasus yang mendukung Radio Era Baru, namun perjalanan mereka untuk dapat beroperasi secara normal masih harus menghadapi jalan terjal. Pada 29 Agustus 2012 lalu, Mahkamah Agung menyatakan bahwa pihak berwenang dinilai telah melakukan kesalahan karena telah memberikan frekuensi yang awalnya digunakan oleh Radio Era Baru, 106,5, kepada stasiun Sing FM. Menurut eksekutif Era Baru, komisi penyiaran melakukan hal ini pada 2009 lalu, sebagai cara untuk menutup mereka di bawah tekanan dari rezim komunis Tiongkok. Keputusan Mahkamah Agung secara teoritis seharusnya membuka jalan bagi Era Baru untuk kembali mengudara. Namun segera setelah keputusan pengadilan dijatuhkan, Mohammad Sopingi, kepala Pusat Pemantauan Spektrum Frekuensi Radio Batam (disebut “Balmon” oleh penduduk setempat), menyatakan bahwa Radio Era Baru tidak akan mengudara dalam waktu dekat ini. Dia juga mengatakan kepada wartawan Jakarta Post bahwa ia tidak mendengar putusan Mahkamah Agung dengan mengatakan: “Kami akan mengambil tindakan terhadap Radio Era Baru jika berani mengudara lagi tanpa izin.” Campur Tangan Beijing Bagaimana seorang pejabat tunggal, di kantor regional dari lembaga pemerintah, dapat bertentangan dengan keputusan pengadilan tertinggi negara? “Ini juga membingungkan bagi kami,” kata Ade Armando, seorang profesor komunikasi di Universitas Indonesia. Armando merupakan salah satu netizen senior, dan masih memberikan kuliah umum secara teratur. “Ini benar-benar menyedihkan bahwa orang semacam ini dapat mengatakan mereka tidak tahu Mahkamah Agung telah mengeluarkan keputusan ini. Dia seharusnya mengetahui, tapi dengan mengatakan ‘Saya tidak tahu’, itu merupakan hal yang mengerikan dari birokrasi kita,” ujarnya dalam sebuah wawancara telepon. Permasalahan Radio Era Baru dimulai pada 2007 ketika Kedutaan RRT mengirimkan surat kepada Departemen Luar Negeri, yang disalin ke Badan Intelijen Nasional, dan badan-badan lainnya, yang memperingatkan kerusakan hubungan antara Indonesia dan RRT jika Era Baru terus diperbolehkan siaran. Radio Era Baru tidak hanya siaran dalam Bahasa Indonesia, tetapi juga dalam Bahasa Tionghoa, yang berarti mereka mampu menjangkau populasi etnis Tionghoa yang berjumlah cukup banyak di Indonesia, sebuah populasi yang juga berusaha dirangkul oleh rezim komunis Tiongkok yang terus berusaha untuk mengembangkan pengaruhnya terhadap orang Tionghoa di negara lain. Program siaran Era Baru meliputi laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia dan perkembangan politik di RRT. Mereka juga menyiarkan secara berkala editorial yang diterbitkan The Epoch Times, yaitu seri “Sembilan Komentar Mengenai Partai Komunis,” yang membeberkan secara gamblang sifat dan kejahatan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Sejak kedutaan mengirim surat intervensi, Era Baru telah menghadapi serangkaian ancaman pemberedelan, penyitaan peralatan, kasus pengadilan, dan sang direktur, Gatot Machali, mendapat hukuman penjara yang ditangguhkan. Zona Abu-Abu Keputusan Mahkamah Agung baru-baru ini berdasarkan pada kata-kata Machali. Dia didakwa telah melakukan kesalahan karena mengudara pada 106,5 FM, namun keputusan itu menunjukkan bahwa frekuensi tersebut sesungguhnya telah “dicuri” dari Radio Era Baru dan dialihkan ke Sing FM. Hingga kini, Sing FM masih mengudara pada frekuensi tersebut meskipun sudah keluar keputusan dari Mahkamah Agung. Era Baru sendiri berencana akan mengirimkan surat hukum kepada Sing FM, menjelaskan keputusan, dan meminta mereka untuk melepaskan sinyal. Salah satu kendala untuk Era Baru adalah proses rumit yang dibutuhkan untuk dapat bersiaran secara legal di Indonesia. Stasiun radio memerlukan persetujuan untuk siaran pada frekuensi yang ditangani secara khusus oleh Departemen Komunikasi dan Informatika, sebuah pusat lembaga memiliki jaringan hingga ke daerah dalam hal penerbitan lisensi atau izin siaran, yang merupakan proses yang terpisah dari persetujuan kepada kementerian dan Komisi Penyiaran Indonesia, yang juga memiliki unit daerah dan lembaga pusat. Mohammad Sopingi, yang berkata akan tetap tidak membiarkan Radio Era Baru mengudara, merupakan kepala kantor Komisi Penyiaran Indonesia Era Baru Batam. Secara teori, seharusnya Komisi Penyiaran Daerah memonitor frekuensi radio dan memastikan bahwa stasiun radio yang telah berlisensi dapat mengudara. Menurut Armando, dalam prakteknya masih banyak hal-hal yang samar di Indonesia. “Sebagian besar stasiun radio dan stasiun TV di Indonesia menyiarkan program mereka saat ini tanpa lisensi resmi. Mayoritas dari mereka ketika mencoba memproses lisensi mereka dan pergi ke Komisi Penyiaran Indonesia, kebanyakan belum menerima lisensi secara legal dari pemerintah dan komisi penyiaran sampai sekarang,” ujar Armando. “Kebanyakan dari mereka, jika tidak merambah ke ranah politik, bisa saja program mereka tanpa izin yang resmi. Masalah baru akan muncul ketika pemerintah RRT melakukan intervensi ke dalamnya,” kata Armando. Raymond Tan, direktur Era Baru mengatakan bahwa ia dan timnya tidak akan pernah menyerah. “Kami berharap pemerintah daerah akan mematuhi hukum,” ujarnya. “Saya pikir salah satu kemungkinan adalah Radio Era Baru akan terus menyiarkan program mereka tanpa pengakuan resmi dari pemerintah,” kata Armando, menyoroti salah satu kemungkinan yang dapat dilakukan. Namun hal bisa lebih sulit jika rezim RRT terus melakukan tekanan kepada Pemerintah RI. “Kelompok Era Baru berasal dari orang yang penuh energi dan sangat kuat dalam melawan tekanan. Saat ini memang merupakan masa yang tidak mudah bagi Era Baru. Namun saya yakin, mereka masih akan terus berjuang,” tutur Armando mengakhiri.  (Matthew Robertson / The Epoch Times / osc)

Sumber : belaskasih.com

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun