Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat dari Sudut Filsafat (5)

3 Agustus 2021   17:28 Diperbarui: 3 Agustus 2021   17:32 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat itu untuk orang sekolah. Ini kesan umum. Saya, penulis,  berasal dari Suku Buna' di pedalaman Pulau Timor. Tahun 1953, saya berumur 6 tahun. Waktu itu, orang tua saya yang 'buta huruf' beri nasihat, 'Kalau jalan, mata lihat di jalan. Lihat tempat pijakan kaki. Mata jangan lihat kiri-kanan. Supaya jangan lihat orang punya pisang masak  atau buah-buahan masak di kebun, jangan muncul keinginan untuk ambil orang punya barang itu.' Ini nasihat yang saya ingat sampai sekarang. Dari orang yang tidak bersekolah. Ini filsafat yang dalam sekali. Filsafat moral. Mereka tidak belajar dari filsuf mana pun. Mereka tidak petik nasihat ini dari filsafat Yunani atau Mesir.  

Dalam nasihat yang saya kutip ini ada makna yang dalam sekali. Nafsu dalam bentuk keinginan dikendali. Nalar dipakai untuk mengekang diri. Naluri disadarkan untuk menghargai milik orang lain. Nurani siap untuk menyadarkan bahwa mengingini milik orang lain itu tidak baik. (4N, Kwadran Bele, 2011). Pemikiran dan pendapat yang terumus dalam kalimat-kalimat nasihat sederhana ini hasil pemikiran sedalam-dalamnya turun-temurun. Itulah filsafat. Empat unsur dalam diri manusia dipadukan untuk menemukan kebenaran. 

Sekarang kita dengar, nasihat seperti ini disebut 'kearifan lokal'. Saya bertanya pada diri, kearifan lokal, mana regional, nasional dan internasional? Kearifan adalah filsafat tentang segala macam kebenaran. Erat tertanam dalam diri manusia di mana pun saja. Kebenaran tentang apa pun saja dalam hidup ini. Orang tua saya yang 'buta huruf' itu bersama masyarakat di dusun tahu kapan mulai bersihkan kebun, kapan menanam, kapan memanen. Ini filsafat alam. 

Ini semua cabang-cabang filsafat yang tidak perlu dipelajari di bangku kuliah. Jadi, filsafat itu pikir tentang kebenaran dan pahami serta amalkan kebenaran, cinta kebenaran. Masih asing? Filsafat masih momok bagi orang tidak bersekolah? Atau filsafat hanya berlaku bagi ahli filsafat, filsuf? 

Buku-buku tentang filsafat sampai sekarang ini biasanya ditulis dengan bahasa yang sulit berbelit-belit sehingga wajar kalau pembaca langsung menolak. Filsafat itu rumusan kebenaran. Kebenaran tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu. Semua manusia berfilsafat karena TUHAN memampukan tiap manusia untuk berfilsafat. Perwujudannya, jadi manusia yang baik. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun