Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Balas dari Sudut Filsafat

27 Juli 2021   22:12 Diperbarui: 27 Juli 2021   22:25 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Balas yang baik dengan yang baik. Hidup ini balas-membalas. Balas yang baik dengan yang tidak baik memang ada. Tapi itu tidak baik. Balas yang tidak baik dengan yang baik, itu baik. Pokoknya balas. Balas senyum dengan senyum. Normal. Balas senyum dengan cemberut? Aneh. Ganjil. 

Setiap orang ada nafsu untuk balas. Sering nafsu diartikan secara negatif, balas dendam. Itu ibarat tergelincir tambah terpelosok sampai terkilir kaki-tangan. Tidak pakai nalar. Nalar kita ada untuk yang baik. Kalau orang buat baik, wajar, balas dengan baik. Orang buat jahat, dikira wajar kalau balas dengan jahat. Padahal itu tidak wajar. Yang jahat dibalas dengan yang baik. 

Naluri kita mendorong kita untuk balas apa yang diberi sesama. Balas yang baik dengan yang baik, biasa. Tapi balas yang baik dengan yang lebih baik. Itu yang paling baik. Hidup ini seharusnya demikian. Baik dan lebih baik. Nurani kita bersorak ria kalau balas yang baik dengan yang lebih baik. Empat unsur ini kerjasama. Nafsu mau balas baik. Nalar arahkan untuk balas lebih baik. Naluri dorong untuk paling baik lagi. Nurani tegaskan untuk balas dengan yang terbaik. Ini sukar? Aneh? Tidak! Ini yang benar. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Surat satu halaman balas satu halaman. Baik. Balas dua halaman, lebih baik. Tiga halaman? Paling baik. Empat halaman? Sangat baik. Itu yang diharapkan dalam hidup ini. Balas berlipat ganda dengan yang sangat baik. Hasilnya dipanen oleh dua pihak yang balas membalas itu. Bahagia. Balas membalas itu saling membahagiakan. 

Bukan saling membahayakan. Hidup ini kurang manis itu karena madu dicampur cuka. Tenggorokan terbakar. Balas yang baik dengan yang baik, sukar? Tidak. Tapi kalau nafsu tidak dikekang, nalar tidak diterangi, naluri tidak dijinakkan, nurani tidak ditenangkan, maka tidak heran, kalau yang baik saja dibalas dengan yang jahat, apa lagi yang jahat, dibalas dengan jahat dua kali lipat. Malapetaka di dunia ini terjadi karena balas membalas secara kejam sampai puas kalau dua pihak sudah amblas. Saling memusnahkan itu terjadi karena terjadi balas membalas secara buas di luar batas.

Dalam diri saya, anda, dia, kita, persediaan kebaikan itu limpah-limpah. Karena kebaikan yang ada dalam diri kita tidak pernah habis. Balas siapa pun saja dengan yang baik itu. Ini amanat dari DIA YANG MAHABAIK.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun