Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (15)

28 Februari 2021   18:45 Diperbarui: 28 Februari 2021   19:47 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu janji. Siapa janji kepada siapa? Janji apa? Kapan? Di mana? Pertanyaan-pertanyaan yang wajar dan harus dijawab. Hidup ini kalau tidak ada janji maka sia-sialah hidup ini. Percuma hidup dan untuk apa hidup. 

Saya, anda, dia, kita, hidup karena janji. Siapa yang janji? DIA, TUHAN. Kita diciptakan oleh TUHAN dengan janji, kalau kita hidup sesuai dengan DIA punya rencana, kita akan bahagia pada akhir hidup kita. Kapan dan di mana janji itu disampaikan kepada kita? Sejak diri kita diadakan dalam rahim ibu kita. Itu secara pribadi. Sebagai manusia secara umum, sejak kita manusia diciptakan. Ini sulit diterima. 

Nafsu kita yang mau merangkul segala isi dunia sulit menampung kenyataan ini. Kebenaran ini tidak dapat dicerna oleh nalar kita yang terbatas. Naluri kita hanya mampu merasakan keberadaan sesama kita yang sama-sama hidup berdasarkan janji ini. Tapi itulah kebenaran yang hanya mampu dicerna dalam nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011). Jadi janji dari TUHAN untuk hidup itu ada dan ditanam dalam diri kita sejak awal dan berlangsung untuk seterusnya hingga kekal, abadi.

Hidup itu janji dan menjalani hidup itu berarti memenuhi janji itu. Janji ini harus ditepati. Tidak ada tawar menawar. TUHAN melengkapi kita manusia dengan empat N: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani supaya kita bisa menepati janji. Kita punya badan bertumbuh ke arah kematangan. 

Untuk itu Nafsu kita dilengkapi dengan berbagai kemampuan dan keinginan seperti keinginan makan-minum, keinginan untuk berketurunan. Untuk makan-minum kita harus bekerja. Jadi bekerja itu bahagian dari pemenuhan janji untuk hidup. 

Nalar kita diberi kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang baik dan berguna untuk kelanjutan hidup kita. Ini pemenuhan janji sejauh nalar itu dipakai sesuai kehendak DIA. Naluri kita dilengkapi untuk hidup damai dengan sesama yang lain supaya sama-sama hidup dan saling menghidupkan. Memberi perhatian kepada sesama itu masuk dalam pemenuhan isi janj yang kita terima dari DIA. Di dalam nurani kita diberi kemampuan untuk memahami hal-hal yang baik dalam kaitan memenuhi janji untuk selalu dekat dengan DIA.

Pemenuhan janji oleh kita dalam hidup ini tidak susah. Semua sudah lengkap dalam diri kita. Kita diberi tanggung-jawab penuh untuk mendaya-gunakan empat unsur itu sebaik mungkin seturut kehendak DIA kalau mau menutup hidup ini dengan baik. Yang bisa ingkar janji itu kita manusia ini. TUHAN tidak mungkin ingkar janji. Kita diadakan untuk bahagia. Janji ini ada dan pasti. Kita siap penuhi janji itu? Ini tantangan. Atasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun