Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (36)

20 Januari 2021   16:46 Diperbarui: 20 Januari 2021   17:03 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh beragama pakai naluri. Naluri itu getaran, keinginan dalam diri manusia untuk hidup bersama dengan orang lain. Tokoh tidak pernah hidup sendiri. Tokoh hidup bersama orang lain dan terus mau hidup bersama orang lain. Tokoh itu beragama dan beragama dalam kebersamaan dengan orang lain. Dalam agama ada ketetapan untuk ibadat bersama. 

Tokoh senang bersama orang lain ibadat di tempat ibadat. Itulah beragama pakai naluri. Agama tetapkan tempat-tempat dan waktu-waktu serta cara-cara tertentu untuk memuja TUHAN. 

Naluri tokoh langsung tergerak untuk menyembah TUHAN di tempat ibadat pada jam atau hari dengan cara yang ditentukan oleh agama dalam beribadat. Itulah yang disebut dengan tokoh beragama pakai naluri. Ada busana tertentu yang ditentukan oleh agama untuk beribadat. 

Tokoh patuh dan memakai busana khusus untuk menyatakan sikapnya yang khusus dalam beribadat. Ini contoh-contoh konkrit tentang beribadat dengan naluri. 

Kalau ada tokoh yang mengabaikan dorongan naluri beragama ini, pasti tokoh itu tidak tenang dan pada saatnya tokoh menyesal dan kembali mengikuti nalurinya untuk beribadat sesuai ketentuan dari agama yang dia anut. 

Naluri tokoh dalam beragama tampak jelas dalam nafsu untuk menampilkan diri secara patut di antara sesama penganut agama. Cara makan, cara menata rumah disesuaikan dengan ciri-ciri khas agama yang ia anut. Ini nafsu yang ditampilkan dengan baik dan benar. Nalar tokoh memberi penjelasan yang masuk akal tentang segala aturan agama yang ia anut. 

Nafsu dan nalar dalam beragama membuat tokoh selalu tampil seimbang dalam pertemuan dengan orang lain sesuai naluri yang menggerakkan dirinya. Keterpaduan nafsu, nalar, naluri dalam beragama ini menyebabkan nurani tokoh itu tenang, bening sebening air di telaga. 

Akibat dari tokoh beragama dengan naluri yang dipadukan dengan nafsu, nalar dan nurani ini, tokoh menjadi pribadi yang disayangi semua orang. (4N, Kwadran Bele, 2011). Kalau tokoh dengan tokoh saling menyayangi, di mana letaknya perseteruan? Permusuhan tidak ada tempat lagi. Itulah upaya dan harapan dari setiap tokoh dalam beragama sesuai naluri yang benar. 

Tokoh yang beragama pakai naluri itu, saya, anda, dia, kita. Inilah yang harus terjadi. Karena TUHAN yang dipuja dan disembah dalam agama apa pun saja itu menghendaki setiap tokoh, yaitu saya, anda, dia, kita, mewujudkan kasih-sayang terhadap diri dan sesama dalam rangkulan DIA, asal dan tujuan hidup kita, para tokoh ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun