Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (8)

5 Desember 2020   19:23 Diperbarui: 5 Desember 2020   19:29 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh tidak tanpa salah. Tokoh juga bisa salah.Tidak ada tokoh yang tanpa salah. Yang tanpa salah itu Malaikat.  Namanya manusia pasti ada salah. Dalam diri tokoh, salah dan saleh tercampur. Yang bukan tokoh, bertahan dalam salah. Salah dianggap saleh. Saleh dianggap salah. Ini tokoh gadungan. 

Setiap kita manusia ini tokoh dalam bidang dan minat kita masing-masing. Tenar, kurang tenar, tidak tenar, bukan soal. Tokoh yah tokoh, ibarat emas tetap emas, entah tertempel di gigi atau jari, entah dalam lemari atau di saku pencuri, dia tetap emas. 

Begitu pun tokoh, tetap tokoh dan pancarkan ketokohan di mana pun saja, kapan pun saja. Itu namanya tokoh. Itu namanya manusia. Manusia itu tokoh dengan tugas khusus memberikan kesaksian kepada sesama tentang agungnya YANG MAHA AGUNG. 

Tokoh punya kehebatan itu ialah, kalau salah, langsung sadari bahwa salah itu salah dan akui salah itu dengan rasa tobat sempurna. Minta maaf, minta ampun. Minta maaf sama sesama, minta ampun sama TUHAN. Itulah tokoh. 

Hidup kita manusia ini tetap dibumbui dengan dua ramuan ini, salah dan saleh. Kesalahan dan kesalehan itu tercampur aduk dalam diri kita. Dua-duanya ada tuannya. Kesalahan itu ada tuan, pemilik, yaitu Iblis. Kesalehan itu Tuannya ialah TUHAN. 

Tinggal pilih, kalau salah dan salah terus, itu pengikut Iblis. Kalau saleh dan saleh terus, itu yang dikehendaki oleh TUHAN PEMILIK hidup kita. Salah, buang. Saleh, simpan. Jangan salah dan saleh sama-sama disimpan. 

NAFSU manusia mudah sekali diisi dengan salah rupa-rupa. Makan tanpa ukur, tidur berlebihan, uang berkarung-karung. Baik kalau uang, emas intan itu diperoleh secara halal. Hasil curi dan tipu itulah yang namanya salah. NALAR kita manusia ini jalan tol untuk salah kalau dipenuhi dengan tipu muslihat. 

Hebatnya NALAR kita itu, jangankan sesama manusia, TUHAN saja kita tipu. Bilang sembahyang pada hal sembah uang. Ini yang namanya salah dengan NALAR. Kita manusia ini ada  NALURI. Ini TUHAN kasih untuk hormati sesama, bantu sesama, kasihi sesama. 

Tapi apa yang terjadi? Sering bukan tunggang kuda tapi perkuda manusia. Sesama jadi alat. Ini salah. Kita punya NURANI itu TUHAN kasih untuk timbang mana baik mana buruk. 

Tapi ibarat timbangan, salah lebih berat dari saleh. Sudah caci-maki orang masih bela diri, yah, karena dia lebih dulu baru saya balas. NURANI ibarat bak air tidak pernah dikuras, penuh lumut dan jentik nyamuk. Ini yang salah. 

Empat N ini, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI diberi oleh TUHAN jadi unsur dalam diri kita untuk jadi tokoh yang sadar kalau salah dan jadi saleh dan seleh terus dari hari ke hari sampai hari akhir tiba  (4N, Kwadran Bele, 2011).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun