Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Asing dari Sudut Filsafat (13)

1 November 2020   09:37 Diperbarui: 1 November 2020   09:52 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Asing itu syukur. Syukur jadi asing. Banyak peristiwa baru, hal baru dinikmati dari saat ke saat. Syukur. Ini karena diri kita manusia adalah orang asing di dunia ini. Rasa kagum dan terheran-heran mewarnai setiap saat hidup kita. Ini semua di luar kuasa kita.

NAFSU menikmati itu dipuaskan dari saat ke saat sehingga tubuh kita semakin sehat, semakin segar. Syukur bisa alami kenyang sesudah lapar. Bisa alami dewasa sesudah remaja. Sebagai manusia asing, kita bertumbuh, kita berkembang dan alami semua itu sebagai petualangan yang mengasyikkan, menggairahkan.

NALAR kita menghimpun pengalaman demi pengalaman dan mendorong untuk menelusuri dan mengetahui seluk-beluk hidup di dunia ini semakin dalam, semakin luas dan semakin berarti.

NALURI kita menambah semangat untuk mengenal orang baru, biar yang lama tetap menjadi baru karena sama-sama mengalami hal baru dan nikmati suasana baru.  NURANI kita meneduhkan kita untuk berterimakasih kepada sesama dan bersyukur kepada YANG MAHA KUASA.

Inilah hebatnya kita manusia, asing, jauh, tepisah dari PENCIPTA, tapi itulah anugerah yang patut dan harus disyukuri setiap saat dengan setiap tarikan nafas sambil berbisik, TUHAN, syukur karena DIKAU anugerahkan kepada diriku 4N, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI sebagai kelengkapan dalam ziarah di dunia yang serba asing ini. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Patut disayangkan bahwa sering kita kurang sadar untuk bersyukur. Acuh-tak-acuh salah satu sikap negatif yang kita tampilkan sebagai orang asing yang tidak sadar bahwa diri kita itu sementara berlangkah di tempat asing bersama sesama yang semuanya sama-sama asing.

Heran bahwa sudah asing, saling mengasingkan lagi dengan gerutu dan amarah satu sama lain. Rasa iri dan dengki sampai saling menyingkirkan adalah tanda ke-tidak-sadar-an tentang keadaan diri yang asing ini. 

Asing bukan karena diasingkan, dibuang, dikucilkan, dijauhkan. Bukan. Mana mungkin DIA YANG MAHAKASIH itu ada sisi buruk seperti itu, mengasingkan dalam arti negatif terhadap ciptaan-NYA yang paling mulia, kita manusia ini. Kalau keadaan asing dimengerti sebagai pembuangan, maka wajar muncul keluh-kesah, putus asa, sumpah serapah, 'Mengapa aku dilahirkan?' Syukur!

Itulah ungkapan yang tepat atas kesadaran bahwa keadaan yang kita jalani sekarang ini, asing,  adalah anugerah, perlakuan istimewa dari SANG PENCIPTA terhadap kita manusia agar seluruh hidup kita diisi dengan puji syukur dan beralih dari hidup di dunia ini dengan puji syukur pula. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun