Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Batas" dari Sudut Filsafat

3 Agustus 2020   13:47 Diperbarui: 3 Agustus 2020   13:45 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Batas ada untuk membatasi. Masyarakat manusia ini kacau karena ada yang liwat batas, langgar batas, tidak tahu batas. Yang tak terbatas itu hanya satu, yah, DIA, PENCIPTA itu Sendiri Yang tanpa batas. Semua yang lain, ciptaan ini, ada batas, siapa yang beri batas? Yah, DIA. Bayangkan, kalau semua ini tanpa batas, maka semua ini hiruk pikuk, karena kalau satu manusia hidup tanpa batas, manusia lain di mana? Adanya kita manusia begini banyak ini karena ada batas itu. 

Virus yang sangat berbahaya pun ada batas perkembangannya dan ada batas peredarannya. Udara pun ada batasnya sehingga ada ruangan di luar sana ada ruangan hampa udara, tidak ada udara. Siang ada batasnya,  malam ada batasnya, itu alam. Manusia ini senang ada batasnya, susah pun ada batasnya. Kuasa ada batas, harta ada batas, hak ada batas, kewajiban ada batas. Tidak ada hidup yang tanpa batas. Semua dibatasi oleh semua yang lain, saling membatasi.

Batas dari NAFSU seorang dibatasi oleh NAFSU orang lain. Kalau NAFSU makan seorang itu tidak ada batasnya, maka hidup orang itu akan celaka karena mencelakakan diri dan mencelakakan orang lain dalam arti makanan orang lain pun dirampas untuk dirinya sendiri. NAFSU seorang untuk berkuasa dibatasi oleh orang lain yang juga mempunyai NAFSU untuk berkuasa. Perbenturan terjadi sewaktu orang-orang tidak mau tahu tentang batas ini. Batas dari NALAR manusia itu adalah NALAR orang lain yang juga mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang lika-liku hidup ini. 

Tidak ada satu manusia pun yang sekian hebat NALAR-nya sampai tahu semua, serba tahu. Keangkuhan manusia terjadi karena anggap diri serba tahu dan anggap orang lain dungu. Batas dari NALURI manusia itu ada dalam rentang waktu dan luasnya wilayah. Jarang ada suami-isteri masih mempunyai anak di atas usia tujuh-puluhan tahun, karena memang ada batasnya. Ini batas rentang waktu usia manusia. Tidak mungkin seorang besahabat akrab dengan semua manusia di dunia ini. 

Luasnya bumi ini menjadi batas jangkauan NALURI seorang yang mau merangkul semua manusia di semua benua. Batas dari NURANI manusia  itu ialah kemampuan merenung tentang segala yang ada dalam dirinya dan dalam diri sesama serta alam sekitar dalam ribaan YANG MAHA KUASA. 

Keheningan NURANI itu dibatasi oleh keterbatasan dari NAFSU, NALAR dan NALURI. Keempat unsur dalam diri manusia ini, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI sudah dibatasi oleh PENCIPTA sehingga dalam keterbatasan itu setiap kita manusia diberi kesempatan untuk menumbuh-kembangkan 4N ini demi kesejahteraan diri dan sesama dalam suasana adil, damai dan kasih dalam tuntunan dari DIA. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Batas jelas, lihat baik-baik. Jangan langgar. Di mana-mana ada batas. Waspada. Batas ada bukan untuk mengerdilkan diri kita manusia tetapi menantang kita untuk tahu diri bahwa segala sesuatu ada batasnya kecuali DIA. Batas itu tantangan, bukan halangan. Ayo, berjalanlah sampai ke batas, jangan berhenti di tengah jalan. Di batas itu DIA menanti kita untuk memberi kita mahkota kemenangan bahwa kita sudah menang dalam lomba menempuh perjalanan hidup ini. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun