Mohon tunggu...
Bimo Tri Utomo
Bimo Tri Utomo Mohon Tunggu... Novelis - Pencinta sunyi

Penulis yang lebih suka dengan ketenangan ketimbang perdebatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Semalam Bersama Kereta Hantu

15 Desember 2019   06:27 Diperbarui: 18 Desember 2019   17:40 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menunggu kereta. (sumber: pxhere.com)

Lebih baik aku berdiri sejenak menanti kereta datang, ketimbang harus dekat dengan manusia yang mungkin bukan manusia. Pandanganku coba ku alihkan dengan ponsel, bermain game bawaan ponsel, snake.

Beberapa waktu, sembari menunggu loading aku mengintip ke arah mereka. Dan benar-benar aneh, bahkan untuk setidaknya menjentikan jari pun tidak mereka lakukan. Ini manusia apa patung sih ? gumamku dalam hati yang benar-benar sudah ketakutan.

***

Setelah menanti kurang lebih dua puluh menit, sorot lampu kereta api yang ditunggu mulai terlihat dari arah timur menuju ke barat. Seluruh penumpang yang sedari tadi menanti kedatangannya mulai berdiri dan menanti di bibir jalur kereta.

Kini mau tidak mau, aku berdekatan dengan para penumpang lain yang sedaritadi mencurigakan. Gerakan mereka benar-benar kaku, pandangan mereka seakan kosong.

"Terserahlah, yang penting bisa pulang dengan cepat" ujarku dalam hati.

Tanpa klakson khas kereta api pada umumnya, rentettan gerbong sudah mulai melaju pelan. Dan gerbong terakhir sudah tiba didepan mata, pintu membuka secara otomatis. Semua penumpang segera masuk.

Lagi-lagi hal ganjal ku alami, tidak ada tiupan pluit yang menandakan kereta akan segera berangkat. "Ah, mungkin karena sudah larut malam" ujarku menenangkan diri sambil mencari tempat duduk yang ternyata sudah cukup penuh.

Bangku berjejer membuat para penumpang bisa saling melihat orang di depannya, aku merasakan sunyi disana. Seperti tidak ada kehidupan, semua orang menunduk ke bawah dengan wajah pucat dan tanpa ekspresi.

Kembali, tidak ada satu kata pun keluar dari mulut mereka. Semua seperti diperintahkan membisu, beberapa kali aku juga menengok orang di sampingku. Lirikanku ternyata mendapatkan respon oleh laki-laki paruh baya mungkin sekitar 50 tahun. Wajahnya terangkat dengan pelan, menatapku dengan tatapan kosong.

Aku mencoba ramah, senyum coba ku kembangkan. Tetapi respon yang ku dapat hanyalah tatapan, tanpa kata atau balasan senyum. Segera ku palingkan wajahku kepada ponsel di kantong, seperti biasa game Snake menjadi media agar tidak melihat penumpang-penumpang yang tidak jelas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun