Bacaan, Minggu 9 Mei  21
Yoh 15:9 "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. 10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. 11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.Â
14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.Â
16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
Â
Renungan
Sekitar dua puluh tahun lalu, seorang murid mengundang untuk menghadiri habede-nya. Saat diminta sambutan, saya tanya, siapa  paling berhak mendapat hadiah pada setiap habede? Kebanyakan mereka menjawab yang sedang berulang tahun. Saya cerita pertemuan dengan seorang bapak, yang dulu putrinya  jadi murid juga. Putrinya ini bekerja di daerah Kalimantan Timur.  Begitu jauhnya lokasi rumah  menuju rumah sakit, di perjalanan putrinya ini meninggal dunia saat mau melahirkan cucu pertamanya.Â
Nah saat habede sejatinya menjadi saat mengenang kembali belasan tahun lalu. Di atas tempat tidur kamar bersalin ada seorang wanita, berjuang antara hidup dan mati, untuk kelahiran sang anak. Banyak ibu yang berdarah-darah meninggal sebagai"tumbal". Ibulah yang sejatinya paling berhak mendapat hadiah ultah.
Memberikan nyawa demi kelahiran sang putra merupakan resiko terbesar dari pilihan hidup perkawinan seorang wanita. Bacaan Injil hari ini menarasikan hal serupa. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" Resiko terbesar dari pilihan kasih Allah adalah memberikan nyawa, mencurahklan kehidupannya secara habis-habisan.
Orang beriman kristiani mewartakan sejarah pergaulan Allah dengan manusia adalah sejarah kasih-Nya. Penciptaan dunia seisinya adalah tanda kasih-Nya yang melimpah. Di antara ciptaan, "Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,. menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; Â laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka."(Kej 1:27) Manusia begitu dikasihi-Nya sehingga diciptakan jadi citra-Nya yang amat baik.
Setelah manusia pertama, Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Allah berjanji "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya." (Kej 3:15). Allah tetap mengasihi dengan menyertai perjalanan hidup manusia pendosa.  Kejahatan manusia bertambah-tambah, maka terjadilah air bah. Nuh dipanggil Allah  "Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini."(Kej 7:1) Â