Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengasihi, Seperti Aku Mengasihi!

7 Mei 2021   07:35 Diperbarui: 7 Mei 2021   07:36 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan, Jumat 7 Mei  21

Yoh 15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu 13Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya 14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. 16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."

Renungan

            "Siji cukup loro kurang!" Satu cukup, dua kurang. Istilah ini menunjukkan kearifan lokal Jawa, terkait hidup perkawinan. Amatilah kanan kiri. Mereka yang mulai menduakan istri, akan mencari yang ke tiga, ke empat dst. Mereka yang tidak setia, suka kawin cerai. Seakan terus lapar dan haus akan syahwat, mereka  merasa kurang dengan dua istri dan terus akan menambah, menambah dan menambah. Sedangkan mereka yang setia pada satu pasangan, akan bertahan sampai kaki nini, hingga akhir hidupnya. Dengan satu pasangan, mereka dapat merayakan pesta perkawinan ke-50, 75 bahkan ke-100.

Bacaan Injil hari ini masih harus dibaca dalam konteks betapa mendasarnya bersama dan bersatu dengan Yesus bagi para murid-Nya.  Ibarat perkawinan seorang suami dengan seorang istri, yang landasan utamanya adalah kasih. Kasih seutuh hati, sepenuh hati dan seluruh hati. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya"  Kasih yang optimal dan total dalam perkawinan, dalam persahabtan seperti kasih Yesus.

Justru di tengah penganiayaan, pengucilan, persekusi, ancaman pembunuhan karena nama Yesus, betapa penting dan perlu mereka tetap bersatu dan bersama-Nya dalam semangat kasih-Nya  yang luar biasa. "Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap"  Kesulitan dan kepahitan hidup sebagai resiko pilihan tinggal bersama dan bersatu dengan-Nya, itulah medan kehidupan orang kristiani. Di medan itulah, Yesus menempa kristianitas, sehingga  menghasilkan buah keabadian.

Penganiayaan, pengucilan, kesulitan karena nama Yesus akan selalu menjadi menu santapan harian mereka, terlebih sepeninggal-Nya. Meski menghadapi aneka penganiayaan dan pengucilan, satu syarat utama setia bertahan bersatu dan bersama-Nya. Dengan bersama dan bersatu dengan Yesus, mereka akan cakap menanggung segala perkara. Jaminannya adalah Yesus sendiri. Yesus tidak omong doang. Dia melakukan. Di tiang gantungan salib kayu palang, terhadap para penyalib-Nya, Yesus berdoa "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Doa yang sama harus terucap saat para murid mengalami hal serupa.  

Menjadi murid Yesus bukanlah kebetulan. Menjadi kristiani bukan karena keturunan, apalagi materi.   Menjadi murid Yesus adalah pilihan-Nya. Yesuslah yang memulai, yang berinisiatif. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu" Menjadi kristiani adalah hadiah istimewa. Mengalami kristianitas sebagai pilihan, kasih karunia-Nya menyalakan semangat untuk "saling mengasihi, seperti Yesus telah mengasihi"  

Dengan semangat kasih Yesus yang mereka alami, semangat itu akan tetap membara saat teraniaya, terusir, tersingkir, tersangkur dan tersungkur karena nama Yesus. Tak asinglah mereka dengan warta-Nya. "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat".  Kasih Yesus, kasih Allah yang benar, kasih tanpa batas menjadi identitas kristianitas.

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Pernahkah menggugat diri mengapa kristiani? Kebetulan, warisan atau kasih karuniakah? Bagaimana kualitas kasih diri? Maukah menjadi manusia bertipe anak-anak Allah Yang Mahatinggi? Hanya yang mengasihi secara kristiani, sungguh hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, dalam keadaaan apapun, saat untung dan malang, saat suka dan duka, saat sehat maupun sakit Ini  misteri. Mengasihi, seperti Yesus mengasihi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun