Namun, dari aspek hukum, transaksi barang thrift terutama pakaian bekas impor menimbulkan sejumlah permasalahan. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, seperti Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022, impor pakaian bekas dilarang karena alasan kesehatan dan perlindungan industri tekstil dalam negeri. Hal ini berarti barang thrift yang berasal dari impor ilegal dapat menimbulkan risiko hukum bagi pelaku usaha yang menjualnya. Di sisi lain, bagi konsumen, tidak adanya regulasi yang jelas mengenai standar kualitas barang thrift dapat menyebabkan ketidakpastian dalam hal keamanan dan kebersihan produk.
Meskipun demikian, tidak semua barang thrift berasal dari impor ilegal. Banyak pula barang bekas lokal yang diperjualbelikan secara sah dan tidak melanggar peraturan. Oleh karena itu, solusi yang dapat diambil adalah memperjelas regulasi mengenai barang thrift yang diperbolehkan serta memberikan mekanisme yang lebih transparan dalam peredarannya. Dengan pendekatan yang lebih seimbang, pemerintah dapat mengakomodasi kepentingan industri tekstil lokal tanpa harus menutup peluang bisnis bagi pelaku usaha thrifting yang legal.
Kesimpulan
Dari perspektif hukum ekonomi syariah, Thrifting pada dasarnya diperbolehkan selama memenuhi prinsip keadilan, transparansi, dan tidak merugikan pihak lain. Regulasi dari pemerintah juga perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa praktik drifting tidak melanggar aturan perdagangan yang berlaku. Dengan demikian, thrifting dapat menjadi alternatif yang sesuai dengan prinsip syariah selama dilakukan dengan cara yang benar dan bertanggung jawab.
#hesfasyauinsolo
#hukumdanmasyarakat25
#fasyauinsaid
#uinradenmassaidsurakarta
#muhammadjulijanto
Dibuat Oleh
M Razif Hamdani (232111150)
Bayu Tirta (232111161)
M Hanif Hidayat (232111171)
Surya Pratama (232111178)
Ika Laily Ramadhani (232111337)