Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2024 untuk kooperatif memenuhi panggilan penyidik. Lembaga antirasuah menegaskan memiliki kewenangan melakukan upaya paksa bila para saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah.
"Pada penyidikan perkara ini, KPK mengingatkan pihak-pihak yang dipanggil agar kooperatif dan mendukung proses penyidikan. KPK berwenang melakukan upaya paksa pada tahap penyidikan," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Sabtu (4/10).
Upaya paksa yang dimaksud, kata Budi, mencakup penjemputan paksa, penggeledahan, penyitaan, hingga pencegahan ke luar negeri terhadap pihak-pihak yang dianggap penting dalam penyidikan. KPK menegaskan langkah ini dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan efektif.
Pekan ini, penyidik telah memeriksa enam saksi dari kalangan asosiasi dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), termasuk Ketua Umum AMPHURI Firman M. Nur, Ketua Umum HIMPUH M. Firman Taufik, dan Ketua Umum SAPUHI Syam Resfisdi. Dari pemeriksaan tersebut, KPK menemukan indikasi penyalahgunaan kuota petugas haji dan mekanisme pembayaran yang diduga bermasalah.
KPK juga mendalami peran pihak-pihak yang diduga menjadi penyimpan dana hasil korupsi kuota haji tambahan, dengan total kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Lembaga ini bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri aliran dana, serta menunggu hasil audit final dari BPK.
Hingga kini, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yakni mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Travel Fuad Hasan Masyhur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI