Mohon tunggu...
Bayu Mustaqim Wicaksono
Bayu Mustaqim Wicaksono Mohon Tunggu... Teknisi - Bayu

Mempelajari kapal, mengerjakan pesawat, menyukai kereta api, menggunakan sepeda, dan memilih mobil sebagai alternatif terakhir alat transportasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengendara yang Belum Bisa Berjalan dan Kebodohan Mendadak di Lampu Merah

6 September 2012   01:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari masih sore, kira-kira pukul 16 ketika kami pulang dari kerja praktik di PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Rute pulang yang biasa saya lewati untuk kembali ke ITS adalah dengan melalui  Jalan Tanjung Perak Timur menuju Jalan Rajawali untuk selanjutnya masuk ke Jalan Pahlawan.  Di depan Mapolrestabes Surabaya (saya lupa nama jalannya) kemacetan dimulai.

Di badan jalan, silang menyilang antarkendaraan roda empat dan antara kendaraan roda dua dengan kendaraan roda empat terjadi. Semua orang tidak bisa menunggu antrean bergerak di lajurnya sehingga harus menyilang dan masuk ke lajur lain sesaat setelah lajur tersebut bergerak (meski tidak lebih dari 1 meter). Yang lebih menyeramkan adalah perilaku pengendara sepeda motor yang masuk melaluli celah-celah sempit di antara antrean mobil, baik celah antara mobil depan dan belakang maupun celah antara mobil kanan dan kiri. Semua sibuk dengan hasratnya sendiri yang ingin cepat bebas dari kemacetan yang terjadi.

Di trotoar sebelah kiri, perilaku pengendara sepeda motor lebih brutal. Mereka naik ke trotoar dan berjalan di atasnya tanpa perasaan berdosa. Pejalan kaki yang sedang berjalan ditrotoar pun sampai diklakson berulang-ulang—kalau saya yang sedang berjalan di situ, mungkin saya cegat semua motor dan tidur melintang di atas trotoar itu saking sebalnya—sampai mereka minggir ke tembok. Memang perilaku yang kurang ajar! Di ujung trotoar, karena tidak ada jalan melandai yang menghubungkan trotoar dengan jalan, pengendara motor melakukan atraksi melompat dari trotoar ke jalan.

Siapa yang menjadi korban atas perilaku seperti itu? Pertama tentu saja pejalan kaki yang sedang melintas, kedua adalah trotoar itu sendiri (karena banyak ubin yang pecah akibat aksi itu), ketiga pasti semua masyarakat yang membayar pajak dan mengharapkan fasilitas terbaik di jalan. Pengendara sepeda motor itu memang bayar pajak kendaraan bermotor, tetapi tidak lantas mereka bisa memakai semua bagian jalan semaunya. Inilah yang saya sebut sebagai pengendara yang belum bisa berjalan. Tentu karena mereka belum atau tidak pernah berjalan kaki dan merasakan kesalnya diklaksoni dan disuruh minggir ketika sedang berjalan di tempat yang benar (trotoar).

Kasus pengendara abnormal lainnya dapat kita saksikan di lampu merah terdekat (terutama yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya). Pernah lihat garis putih sebelum zebra cross? Itu dinamakan stop line ‘garis henti’. Semua kendaraan yang melintas saat lampu merah menyala harus berhenti sebelum garis itu karena yang berhenti melebihi garis akan mengalami sindrom kebodohan mendadak©.

Coba perhatikan orang yang terkena sindrom ini, PASTI, saya ulangi lagi dengan cetak tebal, PASTI respons mereka menjadi jauh lebih lambat ketika lampu hijau menyala daripada pengendara yang berhenti sebelum garis henti. Yang terjadi selanjutnya adalah dibunyikannya klakson secara bertubi-tubi dari pengendara lain supaya si penderita sindrom ini bisa segera bergerak.

Kebodohan juga terlihat dari ketidakmampuan penderita sindrom kebodohan mendadak© untuk memikirkan akibat yang terjadi jika mereka berhenti setelah garis henti. Akibat pertama adalah terhalangnya pejalan kaki yang ingin menyebrang di zebra cross. Padahal di Jakarta, pejalan kaki tidak mempunyai sarana penyebrangan selain JPO dan zebra cross, jalan terlalu ramai, tidak ada celah sedikit pun untuk menyebrang jalan. Akibat lain yang paling terasa adalah berkurangnya jumlah kendaraan dari arah kiri yang masuk ke arah-sebaliknya jalan mereka. Kenapa berkurang? Karena ruang gerak kendaraan dari arah kiri terhalang untuk langsung berbelok ke kanan masuk ke arah-sebaliknya jalan mereka. Tentu ini akan merugikan banyak pihak. Si penderita sindrom kebodohan mendadak© akan berada dalam bahaya karena menghalangi kendaraan yang ingin berbelok, arus lalu lintas menjadi tersendat, dan waktu tunggu di lampu lalu lintas semakin lama. Akhirnya BBM semakin boros.

Jadi, saran saya jika Anda ingin berkendara, cobalah untuk berjalan terlebih dahulu dan rasakan kekesalan saat trotoar diserobot pesepeda motor secara paksa dan jangan lupa untuk selalu berhenti sebelum garis henti supaya Anda tidak terkena sindrom kebodohan mendadak©.

Percayalah!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun