Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Patrol Masa Kini dan Kerinduan Patrol Klasik pada Bulan Ramadan

16 April 2021   14:28 Diperbarui: 17 April 2021   18:32 1908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan patrol (Foto: Humas Pemkab Banyuwangi via KOMPAS.COM)

Dulu sebelum ada teknologi digital, seperti perangkat pengeras suara dan semacamnya. Ketika bulan Ramadan tiba, pas memasuki malam sahur pertama, sahur perdana Ramadan, kita akan dikagetkan (dibangunkan) dengan iring-iringan para remaja desa atau orang dewasa yang berjalan sepanjang jalan desa guna bermain musik untuk mengingatkan bahwa waktu sahur sudah dimulai.

Kegiatan patrol.

Suatu aktivitas yang dilakukan pada dini hari atau memasuki waktu sahur, biasanya dimulai jam setengah dua dini hari hingga akhir waktu imsak. Kegiatan ini dilakukan oleh beberapa orang dengan membawa alat musik, gendang, seruling, kentongan, dan sebagainya untuk dimainkan selama perjalanan mengelilingi kampung, sebagai upaya membangunkan warga kampung untuk melaksanakan sahur.

Selain memainkan alat musik yang dibawa, juga diselingi dengan teriakan kata, sahur sahur, sebanyak tiga kali dan dimulai kembali mengatakan kata serupa. Ada jedanya. Tak lupa, membawa obor sebagai penerangan meski sudah ada listrik, sebab di jalan tertentu kadang gelap gulita karena tidak ada lampu. 

Perlu diketahui, aktivitas partol merupakan kegiatan sukarela, suka-suka tanpa bayaran. Hal ini dilakukan sebagai usaha menghibur diri sekaligus mengingatkan masyarakat agar segera sahur. Itulah gambaran patrol klasik yang sangat dirindukan oleh kita bersama, terlebih menyambut bulan Ramadan dan upaya memberi pertanda waktu sahur. 

Bagaimana di masa kini? Apakah aktivitas partol masih lestari?

Sebelum pandemi, artinya sebelum Ramadan 1441 Hijriah, kegiatan patrol masih ada. Meski mengalami penurunan setiap tahunnya. Untung di desa saya masih ada, meski mengalami transformasi media patrol.

Patrol dulu memakai alat musik tradisional, kini digantikan oleh tape recorder, salon kecil, dan teknologi sejenis. Namun tetap, segerombolan remaja atau orang dewasa berkeliling di pemukiman warga secara jalan kaki. Itung-itungan olahraga pagi. Walau sudah ada perubahan, berkeliling dengan sepeda.

Akan tetapi, nasib patrol setelah ada pandemi covid kemarin, 2020. Tidak ada satu pun kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas patrol. 

Hal ini dikarenakan adanya pembatasan sosial guna pencegahan dan antisipasi penularan virus korona. Sehingga seperti ada yang kurang dengan bulan Ramadan. Kurang ramai dan semarak.

Himbauan melakukan sahur atau sekadar mengingatkan waktu sahur, mulai dilakukan di masjid atau musholla dengan pengeras suara. Meski hal ini dilakukan sejak adanya teknologi pengeras suara, iringan musik patrol masih menghias selama Ramadan dalam kondisi normal, walau itu tadi, ada penurunan pelaku patrol.

Pada Ramadan kali ini, tidak ada lagi aktivitas patrol, tak terdengar lagi suara musik patrol. Semua sunyi senyap. Waktu sahur hanya sesekali terdengar seseorang yang berbicara melalui pengeras suara di masjid.

Selain karena pandemi, mengapa kegiatan patrol mengalami penurunan selama satu dekade terakhir pada bulan Ramadan? Apakah ada faktor yang mengakibatkan masyarakat enggan berpatrol?

Ya, ada faktor lain yang memengaruhi kegiatan patrol kian ditinggalkan oleh masyarakat. Pertama, kehadiran teknologi pengeras suara. Masyarakat lebih sering menggunakan pengeras suara untuk mengingatkan waktu sahur daripada berpatrol, berkeliling desa dengan menabuh alat musik.

Kedua, anak muda sekarang terlalu cinta pada gadget. Kecanggihan teknologi alat telekomunikasi, smartphone membuat anak-anak tak tertarik dengan patrol. Selain butuh tenaga ekstra untuk ikut berpatrol, anak-anak enggan berjalan kaki mengelilingi perkampungan.

Ketiga, perilaku masyarakat yang berubah. Saya dan kamu, tentu memilih memanfaatkan kecanggihan teknologi, seperti alarm baik pada jam maupun gadget kita guna menjadi pengingat waktu sahur. Apalagi, semua masyarakat sudah memiliki dan mahir menggunakan handphone. 

Namun yang namanya kerinduan harus ada obatnya. Begitupun rindu masyarakat selama Ramadan pada patrol. Masyarakat bakal mengadakan lomba patrol sebagai upaya menghidupkan kembali nuansa berpatrol dan mengobati rasa rindu mendengarkan alunan musik patrol.

Kompetisi patrol adalah obat kerinduan akan nuansa berpatrol selama Ramadan.

Festival patrol di Banyuwangi (Foto: Humas Pemkab Banyuwangi via KOMPAS.COM)
Festival patrol di Banyuwangi (Foto: Humas Pemkab Banyuwangi via KOMPAS.COM)
Perlombaan patrol biasanya diselenggarakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu yang diinisiasi oleh tokoh masyarakat atau pemuda desa. Tujuannya sebagai usaha mengingat kembali kenangan akan eksisnya patrol di masa lalu, upaya mempererat tali silaturahmi antar warga, dan ajang menunjukkan kreativitas berpatrol yang lebih modern.

Patrol sejatinya adalah tradisi yang telah ada sejak dulu. Ketika tidak ada lagi orang berpatrol, kita semua khawatir, patrol akan punah. Mengingat, patrol hanya ada di bulan Ramadan saja. Setahun sekali. Oleh karena itu, langkah menginisiasi masyarakat dengan adanya perlombaan patrol diharapkan dapat melestarikan patrol dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Baiklah, mari kita berpatrol esok dini hari di Kompasiana! Lebih-lebih berpatrol di lingkungan sekitar, lingkungan masyarakat.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun