Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Partisipasi dan Pemberdayaan Jangan Sebatas Wacana!

14 Oktober 2020   13:09 Diperbarui: 18 Oktober 2020   15:25 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lingkungah hidup. (sumber: KOMPAS/TOTO S)

Penerapan pembangunan dengan pendekatan partisipatoris merupakan pertanda kerelaan pemerintah pusat untuk berbagi kekuasaan dengan masyarakat. Selama negara ini berdiri, tercatat sudah mengadopsi beberapa model pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. 

Di antaranya model pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, model pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dan model pembangunan dengan masyarakat sebagai pelaku utamanya.

Penerapan model pembangunan dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi dinggap sudah tidak relevan lagi. Pembangunan hanya mengejar angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun pada kenyataannya menyisakan disparitas di tengah masyarakat. 

Pemerintah pusat memiliki kuasa sepenuhnya atas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sementara rakyat hanya menjadi obyek yang seringkali belum tersentuh pembangunan. Adapun yang sudah merasakan hasil pembangunan tetapi tidak sesuai dengan kondisi di daerahnya.

Pendekatan partisipasi ini sudah mulai diberlakukan di Indonesia sejak awal tahun 1980-an. Masyarakat diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi sebagai pelaku pembangunan yang diharapkan dapat menikmati hasilnya secara utuh. 

Pemerintah orde baru melaksanakan model pembangunan ini dengan membentuk beberapa organisasi seperti PKK, LKMD, dan karang taruna yang diharapkan menjadi wadah komunitas lokal. Pemerintah menunjuk stafnya sebagai penghubung antara komunitas dengan kebijakan pemerintah pusat.

Namun dalam perjalanannya, partisipasi yang dikumpulkan itu sekadar wacana manis di atas kertas. Pemerintah pusat masih menjadi pengendali penuh atas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Seperti yang nampak pada pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di daerah.

Pada hakikatnya model pembangunan partisipasi ini cukup bagus dalam menjaring aspirasi dan partisipasi masyarakat. Komunitas lokal yang menjadi wadah pengumpul aspirasi bisa sekaligus menjadi tempat mengambangkan kemampuan. 

Penduduk diberikan kesempatan untuk berkembang, merencanakan sendiri pembangunan sesuai dengan permasalahan lokal yang dihadapi, serta menimbulkan rasa tanggung jawab akan kualitas hasil pembangunan. Bagaimana tidak, mereka sendiri yang akan merasakan hasilnya sehingga akan dilakukan dengan rasa memiliki yang besar.

Menurut Suparjan (2003) dalam Aziz Muslim (2007), partisipasi masyarakat sangat penting dalam pembangunan karena memungkinkan timbulnya rasa tanggung jawab dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap masa depan pembangunan.

Dengan partisipasi masyarakat bisa meningkatkan posisi tawar menawar harga sehingga daya tawarnya menjadi seimbang dengan pemerintah dan pihak pemodal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun