Mohon tunggu...
Bapak Douglas
Bapak Douglas Mohon Tunggu... -

PNS, Mahasiswa,Suami, Ayah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revolusi Akidah Presiden Nusantara

23 Oktober 2014   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:00 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Negeri Nusantara adalah sebuah negeri yang saat ini berada di bekas kawasan yang dulunya disebut Asia Tenggara. Negeri yang sebagian besar wilayah, budaya, dan manusianya adalah “lungsuran” alias warisan dari negeri kuno bernama Indonesia, yang setelah ribuan tahun berdiri kokoh, yang akhirnya musnah dan punah akibat bencana alam yang hebat, serta ulah rakyat dan para pejabat negaranya sendiri. Setelah para foundingfather negeri Nusantara merintis untuk mengembalikan lagi kejayaan Indonesia di masa lalu, ternyata hal ini dilirik oleh negeri-negeri tetangga seperti Siam, Negeri Thai, Filipina, Vietnam, Cheumpa, Uni Malaya (gabungan antara Negara Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam) yang mengajukan keinginannya untuk menyatukan dirimenjadi sebuah negara perserikatan. Pimpinan beberapa negara akhirnya menyepakati, dan dibentuklah suatu negara perserikatan baru bernama United Nations of Nusantara, atau lebih akrabnya cukup dipanggil Nusantara saja.

Beberapa hari yang lalu negeri ini baru saja melantik presidennya yang baru. Sejak pembentukan negara serikat lebih dari 40 tahun yang lalu, Nusantara telah mengalami beberapa alih tampuk kepemimpinan. Puncaknya pada hari senin ini, negeri ini telah melantik presidennya yang ke-7 yang bernama Bono Widagdo, seorang pengusaha muda yang berasal dari negara bagian Javania. Sosok yang dekat dengan rakyat, menjadi signature bagi profil presiden ini. Rakyat yang seperti apa maksudnya, karena yang sering nampak dalam televisi adalah para rakyat golongan bawah, kaum buruh, petani, pekerja seni, anak-anak muda pecandu media social, atau bahkan kaum muda yang tak ingin banyak aturan. Setelah peresmian dirinya menjadi presiden, para pemujanya menggelar pesta di ibukota Nusantara, Batavia, yang diisi para pemusik rock, dancers cantik, para seniman peran liberal, dan seniman pendukung lainnya. Konser yang digelar berbarengan dengan waktu solat maghrib itu pun ramai penuh dibanjiri fans fanatik pemuja Presiden Bono.

“ Kapan lagi coba kita punya presiden yang ngerock, metal,” seloroh salah satu rakyat yang menghadiri konser tersebut.

Setelah ditunggu beberapa waktu tak kunjung terlihat di panggung konser, presiden Bono yang sudah dielu-elukan dari tadi oleh para pemujanya akhirnya tiba juga pukul setengah 7 malam.

“Apa kabar kalian semuanya? Kalian sudah pada solat maghrib belum?” teriak Presiden Bono sambil menunjuk ke arah kerumunan penonton.

Mungkin hanya pertanyaan pertama yang dijawab dengan semangat oleh para fansnya, “baik pak.. luar biasa” sedangkan pertanyaan ke dua mungkin hanya diperhatikan oleh beberapa orang saja.

“Mas udah solat maghrib?” tanyaku pada seorang pemuda tanggung.

“Waduh mas…nggak sempet..nanti aja lah gampang. Emang orang-orang di sini pada solat? Orang dari tadi sore orang-orang dah pada kumpul di sini. Artis-artisnya juga dari tadi aku perhatiin di panggung terus, sibuk banget ngurusin konser, nggak sempet lah sampe mikirin solat segala.” Jawab si mas-mas itu jujur.

“Ini saya tadi baru saja maghriban di musola seberang sana, terus jalan ke sini penasaran pengen liat kayak apa sih konser kalian ini” jawabku sambil menunjukkan arah musola kalau-kalau saja mas-mas ini tergerak hatinya pengen solat dulu.

“Ya mas..nanti aja..nanggung nih..” tanggapannya singkat yang kemudian mengalihkan perhatiannya penuh kea rah panggung.

Yah begitulah, kalau rakyat negeri Nusantara ini tidak belajar dari para pendahulunya. Kehancuran Indonesia ribuan tahuan lalu akibat sebuah bencana alam maha dahsyat mungkin saja diakibatkan oleh rakyatnya sendiri yang semakin jauh dari nilai-nilai agama. Rakyat semakin jauh dari masjid. Nasihat ulama mereka ibaratkan seperti dongeng negeri khayalan. Namun kalau pesan-pesan kebaikan disampaikan melalui lagu-lagu metal, karya-karya film bertemakan kebebasan agama, hak asasi manusia, kiranya hal ini lebih mudah diterima oleh mereka. Rakyat lebih antusias ketika seorang seniman peran atau seniman musik dari luar negeri berkunjung ke Nusantara untuk menggelar konsernya, namun rakyat mana yang punya perhatian kalau ada kunjungan dari seorang syaikh dari Timur Tengah yang akan menyelenggarakan daurohnya di Nusantara. Rakyat lebih antusias kalau ada launching buku novel/album music baru dari pekerja seni, namun rakyat mana yang histeris dengan diterbitkannya kitab-kitab tauhid atau fikih karya terbaru ulama terkenal.

Revolusi mental? Yang diperlukan adalah revolusi akidah. Saya membayangkan semua umat muslik di negeri Nusantara ini menunaikan solat lima waktu secara berjamaah di masjid. Saya membayangkan negeri ini dipenuhi lantunan-lantunan ayat suci dari tilawah di setiap rumah muslim, dibandingkan genjrang-genjreng musik dari para muda-mudi. Saya membayangkan negeri ini dipenuhi muda-mudi Islam yang menutup aurat mereka sesuai dengan tuntunan nabi, dibandingkan muda-mudi berpenampilan anak mall dengan celana cucut, penutup kepala mirip sarang lebah, dsb.

Mungkin negeri ini perlu ber-reinkarnasi lagi biar bisa menjadi sebuah negeri yang jauh lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun