Sejak kecil anak -- anak sudah dibiasakan untuk berlaku disiplin, jujur dan mandiri, dimulai dengan hal -- hal yang sepele atau sederhana. Karena dengan pembiasaan, pada saatnya nanti apa yang dibiasakan akan dapat terjadi secara spontan. Kecuali hal tersebut, setiap anggota keluarga juga dibiasakan dengan hal -- hal yang baik dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata dalam kesehariannya.Â
Puji syukur patut aku sanjung agungkan kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwasanya setelah anak-anak beranjak dewasa, meski jauh dari orang tua, selama kuliah maupun setelah bekerja dan berumah tangga, anak -- anak dapat memberiku suasana gembira, bangga dan bahagia. Coba ditebak, kira -- kira apakah wujud pemberian dari anak -- anakku itu? Apakah diberi tiket pesawat terbang, untuk berwisata? Bukan. Apakah diberi uang untuk memperbaiki kendaraan? Bukan. Apakah diberi uang untuk merenovasi rumah? Juga bukan. Lalu apa wujud pemberian anak yang dapat membuatku gembira, bangga dan bahagia? Untuk itu mari kita ikuti kisah nyata berikut.
Saat anak perempuanku masih kuliah di Yogyakarta dulu, sering menyampaikan keluhan kepada mamanya. Â Apakah mengeluh karena fasilitas di pondokan tidak seperti teman -- temannya? tidak. Apakah mengeluh karena temannya ke kampus naik sepeda motor, sedangkan dia tidak? juga tidak. Lalu apa yang membuat anak perempuanku mengeluh? Oleh mamanya keluhan si anak lalu disampaikan kepadaku. Dia mengeluh, mengapa dia yang mendapat bea siswa, kata istriku. Padahal masih ada temannya yang lebih membutuhkan bea siswa tersebut dari pada dirinya, lanjut istri menirukan keluhan si anak.Â
Mengapa dia mendapat bea siswa malah susah dan bukan sebaliknya? Karena bea siswa yang diterimanya, pasti tidak mungkin diambilnya. Pasalnya, dalam pengambilan bea siswa tersebut disyaratkan untuk melampirkan Surat Pernyataan Penghasilan orang tua kurang dari Rp 500.000,- perbulan dan diketahui oleh Lurah, serta Camat setempat. Sedangkan si anak mengetahui persis, kalau aku tidak mungkin mau membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bea siswa yang diterimanya tidak dapat dialihkan kepada orang lain, dan akhirnya hangus. Kejadian inilah yang membuat si anak mengeluh.
Lain lagi kisah si bungsu, yang juga sedang kuliah di Yogyakarta dulu. Suatu saat istri memberi tahuku, bahwa si bungsu menemukan bungkusan disalah satu counter ATM Bank di Yogyakarta. Meskipun aku telah diberi tahu istri, untuk lebih memperjelas aku lalu menghubungi si bungsu melalui telepon. Si bungsu, menceritakan bahwa saat mau mengambil uang di ATM salah satu Bank, menemukan sebuah bungkusan. Karena saat itu tidak ada orang, bungkusan lalu dibawa pulang.
Sesampai ditempat kontrakan, teman-teman saya kumpulkan, kemudian saya buka bungkusan tersebut, jelas si bungsu. Ternyata bungkusan tadi berisi uang, dan dengan spontan teman -- teman berteriak rejeki nomplok Bay (sapaan akrab buat si bungsu). Setelah dihitung ternyata, uang tersebut jumlahnya Rp 1.000.000,- ( 1999 ). Uang  lalu saya bungkus kembali seperti semula, dengan maksud besuk pagi akan saya titipkan kepada pimpinan Bank dimana bungkusan tadi kutemukan, jelas si bungsu.
Singkat ceritanya saya bertemu dengan pemimpin Bank, dan saya utarakan maksud kedatangan saya, kata si bungsu. Bungkusan ini saya temukan tadi malam dalam counter ATM sini, dan setelah saya buka disaksikan teman-teman ditempat kontrakan, ternyata isinya uang sebanyak Rp 1.000.000,-.Â
Jadi maksud saya kemari untuk menitipkan bungkusan ini kepada bapak, dan saya mengharap kiranya bapak berkenan menyampaikan bungkusan ini, seandainya ada orang yang melapor bungkusannya tertinggal didalam counter. Kemudian saya pamit pulang, dengan membawa tanda terima penitipan uang sebesar Rp 1.000.000,- dari pemimpin Bank tersebut, lanjut si bungsu.
Setelah mendengar cerita si bungsu, aku lalu bertanya. Saat ini adik punya uang berapa? Tanyaku. Di ATM tinggal Rp 20.000,- pa. Mendengar jawaban si bungsu aku berkata, papa bangga punya anak kamu dik, meski adik tidak memegang uang cukup tetapi masih bisa merasakan betapa susahnya orang yang uangnya tertinggal di counter.
 Alhamdulillah, pembiasaan perbuatan baik kepada anak-anak sejak kecil, membuahkan hasil. Sehingga  semua anak - anak bisa merasakan kesusahan orang lain, diatas kepentingan pribadinya dan atau anak -- anak tidak mau menerima apa yang bukan menjadi haknya.
Informasi anak-anak berlanjut, meski mereka telah bekerja dan berumah tangga. Anak-anak menginformasikan, bahwa anaknya yang tidak lain adalah cucuku yang telah sekolah di SMA (anak dari si sulung yang berdomisili di Bandar Lampung ), bila ke sekolah naik sepeda. Aku juga mendapat informasi dan melihat sendiri sederet belasan piala kejuaraan dari cucu2ku yang saat itu masih di Sekolah Dasar ( anak dari si penengah) yang berdomisili di Kaltim.Â