Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Narkoba yang Dimusnahkan Itu Ternyata Palsu

29 Maret 2013   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:01 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Kisah ini nyata, nama-nama pelaku sudah disamarkan)

Suatu sore yang pekat, aku tengah dutay alias duduk santay di teras depan rumah. Menikmati suasana menjelang malam dengan pemandangan latar anak-anak yang tengah asyik bermain sepak bola. Sementara di seberang sana para gadis cilik juga larut dalam kegembiraan bermain tali. Sebuah pemandangan yang mengingatkan aku akan masa indah waktu kecil dahulu.

Tiba-tiba pemandangan indah itu berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Amar. seorang pemuda tetangga dusun belakang rumahku terlihat berlari kencang laksana angin, mengarah pulang ke rumahnya dengan tangan mendekap bahunya yang berlumuran darah! Aku terkesiap, berbagai pertanyaan berebutan muncul di benakku. Sontak kemudian, aku mengejarnya. Namun kaki tua milikku tak lagi seperkasa dulu. Aku tertinggal jauh. Nafasku yang Senen-Kemis juga tinggal satu-satu. Padahal jarak tempuhku tadi cuma beberapa ratus meter saja.

Sesampai di rumah orang tua Amar, aku menemukan ibunya histeris. Sementara adik Amar yang tuna wicara tampak ketakutan dengan wajah pucat seputih kapas. Ia melompat-lompat sambil mendekap mulutnya. Para tetangga berdatangan mendengar jeritan ibu Amar. Amar sendiri terduduk di lantai dengan wajah meringis menahan sakit. Aku lalu memeriksa luka Amar. Aku mengangkat tangan Amar yang masih mendekap lukanya. Lalu tampaklah sebuah luka kira-kira sepanjang satu inchi. Seberapa dalam luka itu aku tak bisa memastikan.

Aku lalu menelepon Bu Lila, seorang bidan desa kami. Tak sampai sepuluh menit bu bidan sudah sampai lalu menangani luka Amar. Ternyata luka itu tak terlalu parah. Dengan lima jahitan, luka itu lalu diobati dan diperban.

Aku lalu pulang. Tak ada informasi tentang apa yang terjadi sebenarnya, karena Amar mengaku ia jatuh naik sepeda motor, sementara aku tahu pasti bahwa luka seperti itu bukanlah karena kecelakaan laka lantas. Maklum, aku yang seumur hidup tinggal di pinggir jalan lintas , sudah ratusan kali melihat laka lantas. Bahkan pernah sekali harus mengutip otak manusia yang keluar dari tengkoraknya, untuk dimasukkan ke dalam plastik kresek. Ternyata otak manusia itu baunya luar biasa! Apalagi otak manusia yang sudah terkena panas matahari hingga mencair.

Malam harinya, aku yang masih penasaran, mencari Mat Yatin, seorang ‘kepala biro intelijen desa’ tak resmi. Ia adalah orang yang paling banyak tahu tentang berbagai hal, termasuk berita dari dunia hitam. Ia tahu tentang perselingkuhan, korupsi perangkat desa, korupsi para kepala sekolah, perjudian, pencurian ayam dan tbs, peredaran narkoba, premanisme, perkelahian antar pemuda, sampai pengguguran kandungan. Namun ia bukanlah seorang kibus, alias informan polisi. Ia hanya mencari lalu menyimpan informasi itu. Dan hanya akan ia bocorkan kepada orang-orang kepercayaannya saja. Aku adalah salah satunya. Istimewanya, hampir seratus persen berita dari Mat Yatin adalah akurat sesuai fakta.

Mat Yatin yang kutemui lalu mengajakku ke tempat sepi untuk menceritakan kejadian sebenarnya tentang kasus Amar. Setelah kami duduk di bangku sebuah warung yang sudah tutup, ia bercerita :
“Sebenarnya Amar bukan jatuh naik kereta (sepeda motor), tetapi ia ditikam Mastok. Masalah hutang narkoba. Amar dan kelompoknya yang disuruh menjual sabu-sabu, oleh Mastok, malah lebih banyak untuk dipakai sendiri. Dan uangnya tak disetorkan. Hutang mereka sudah sekitar lima puluh juta rupiah. Mastok dikejar-kejar Priono, polisi yang menjadi pemasok barang. Kemarin Mastok hampir tertangkap. Ia lari ke Siantar, tempat sepupunya Suheng. Mereka kejar-kejaran naik kereta. Mastok sudah ditembak dua kali, tapi gak kena. Mastok lolos, karena dia pandai naik kereta. Dia kan sering ikut kros (motor cross). Barang itu banyak, hampir nilai seratus juta. Mastok menerima barang lewat Topan Iblis, orang kepercayaan Priono. Biasanya lewat Sariun, tapi sekarang Topan Iblis sudah naik jabatan. Sariun sekarang megang wilayah lain. Barang itu asalnya adalah barbut (barang bukti hasil tangkapan). Sekarang barbut di pengadilan kan bisa sampel saja. Ada juga barbut yang akan dimusnahkan, dikolak dulu. Sabu-sabu asli dicampur bahan lain, baru dimusnahkan di depan pejabat, masyarakat dan wartawan. Campuran itu bisa lapan (delapan) puluh persen. Mereka memang pandai membuat sabu palsu”.

Wah, gawat!

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun