Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dampak Buruk MEA Mulai Membelasah Petani Singkong Kita

21 Maret 2016   20:27 Diperbarui: 21 Maret 2016   20:48 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menyimak sebuah diskusi panjang di GAPESI (Gabungan Petani Singkong Indonesia), sebuah grup di Fb, hati ini jadi terhenyak. Miris dan prihatin. Seorang pemilik kilang Tapioka kelas rumahan menulis : ‘MEA,kau datang harga tapioka jadi kacau.gilingan lokal modalnya 7500/kg.kau masuk 6500/ kg.kwalitas lebih bagus lagi.bagaimana kedepannya yah?’

Tapioka impor dimaksud, datangnya dari Thailand. Harganya memang lebih murah, dengan kualitas yang lebih bagus dibanding mutu tapioka produk kilang lokal yang mekanisasinya masih sederhana. Perhatikan komentar di grup Fb itu berikut ini : ‘Harga Tapioka domestik di Thailand kisaran 4.800 - 5.250/Kg. Pantas mereka bisa jual di sini 6.500. Angka 6.500 itu sudah include keuntungan importir kisaran 500/Kg.’

Saat ini, harga umbi segar singkong mulai jatuh. Pupuk mahal dan langka. Bibit unggul tak kunjung tersedia. Ditambah kerasnya efek El Nino kemarin, lengkaplah sudah nestapa nasib petani Indonesia. Petani singkong pun menjerit parau. Namun pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat di negeri ini, diam membisu. Sibuk membangun infrastruktur raksasa dengan saudara barunya dari China. Sibuk saling sindir dengan mantan pejabat lama. Sibuk pencitraan tak berguna. Sibuk memperbanyak hutang luar negeri yang nantinya akan dibayar oleh rakyat juga.

Rakyat bukan lagi dianggap sebagai asset bangsa, tapi sudah menjadi kesset penguasa.

Mengapa petani dan pengusaha agro bisnis kita kalah bersaing dengan petani dan pengusaha dari negeri gajah putih itu?

Jawabannya adalah : karena petani dan pengusaha kecil kita kurang diperhatikan oleh pemerintah. Petani kita jalan sendiri. Jalan di tempat. Berjuang sendiri. Berjuang memamah tanah kering tandus berbatu yang nyaris tanpa harapan. Saat jutaan hektar tanah subur milik ibu pertiwi sudah digadaikan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan besar kapitalis penghisap kekayaan warisan nenek moyang bangsa.  Terus dan terus terjadi. Rakyat pribumi yang menyaksikan cuma bisa berlinang air mata dengan perut yang kempes, badan kurus kering karena  kekurangan segala sesuatu.

Di Thailand, petani didukung habis  oleh pemerintahnya dengan subsidi pupuk yang bermutu baik,  bantuan mekanisasi yang nyaris paripurna, pendampingan dan penyuluhan yang lestari, program penelitian dan pemuliaan tanaman yang sungguh-sungguh didanai, juga kebijakan agraria yang pro petani.  Belum lagi bantuan permodalan berupa kredit buat petani yang bunganya super lunak.  

MEA ditanda tangani. Pintu impor dibuka seluas-luasnya. Petani kita yang miskin modal, miskin ilmu  dan miskin perhatian pemerintah disuruh adu gulat dengan mereka yang sudah meraksasa. Cangkul diadu dengan traktor. Kilang tradisional diadu dengan pabrik super modern. Ya matilah petani kita! Matilah pengusah kecil kita.

Agar supaya kiamat kecil buat para petani itu tak terjadi, pemerintah harus melakukan salah satu dari dua hal :

1. Membatalkan, minimal menunda pelaksanaan MEA dan semua asas ekonomi yang bersifat globalisasi kapitalis modern. Pemerintah harus memproteksi petani dan pelaku-pelaku usaha mikro. Pasar lokal harus diupayakan agar mampu mensejahterakan semua pribumi. Indonesia untuk Indonesia, bukan untuk asing atau aseng. Semua kekayaan bumi pertiwi dan segenap kemampuan pemerintah harus diusahakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Bukan cuma untuk kesejahteraan segelintir konglomerat rakus serakah yang hobbynya menimbun harta.

2. Segera membantu petani dan pengusaha kecil. Semua aspek lini usaha dari hulu sampai hilir harus diperhatikan dan disokong. Agar rakyat petani dan pengusaha gurem mampu bersaing dengan pihak sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun